Jakarta Kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah mengubah lanskap ekonomi dunia, termasuk dampaknya bagi Indonesia. Sebagai mitra dagang dan investasi AS, Indonesia menghadapi berbagai tantangan, namun juga peluang, yang harus disikapi dengan strategi yang tepat agar tetap kompetitif di kancah global.
Salah satu kebijakan utama Trump yang berdampak pada Indonesia adalah proteksionisme perdagangan, seperti kenaikan tarif impor dan renegosiasi perjanjian dagang.
Hal ini bisa mempersulit ekspor Indonesia ke Amerika Serikat, terutama di sektor tekstil, manufaktur, serta komoditas unggulan seperti minyak kelapa sawit dan karet.
Menanggapi hal ini, Johanna Gani, CEO Grant Thornton Indonesia, menyarankan agar Indonesia memperluas kerja sama dagang dengan negara-negara di Asia, Timur Tengah, dan Eropa guna mengurangi ketergantungan pada pasar AS.
“Selain itu, reformasi pajak di AS yang bertujuan menarik kembali investasi ke dalam negeri dapat mengurangi arus modal asing ke negara berkembang seperti Indonesia,” kata Johanna dalam keterangan resmi, dikutip Minggu (15/2/2025).
Bisa Jadi Momentum
Namun, menurut Grant Thornton Indonesia, ini bisa menjadi momentum bagi Indonesia untuk meningkatkan daya saing dengan menawarkan kebijakan insentif investasi yang lebih menarik bagi investor global.
Di sektor keuangan, kebijakan moneter AS yang mendorong kenaikan suku bunga oleh Federal Reserve berpotensi menguatkan dolar AS, sehingga dapat melemahkan nilai tukar rupiah. Jika tidak diantisipasi dengan baik, hal ini bisa berdampak negatif pada sektor-sektor yang bergantung pada impor dan utang luar negeri.
“Oleh karena itu, pentingnya memperkuat cadangan devisa dan menerapkan kebijakan fiskal yang fleksibel agar ekonomi Indonesia tetap stabil,” ujarnya.
Selain aspek perdagangan dan moneter, kebijakan pemerintahan Trump terkait pemotongan anggaran bantuan luar negeri melalui USAID juga berdampak pada program pembangunan di Indonesia.