Jakarta Wacana kemasan polos pada produk rokok sebagai peraturan turunan dari Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2024 (PP 28/2024) kembali menuai respons dari serikat pekerja. Diperkirakan negara akan mengalami kerugian ekonomi hingga Rp182,2 triliun, dengan penurunan penerimaan perpajakan sebesar Rp95,6 triliun jika kemasan polos ini diteruskan, serta rokok ilegal bertumbuh.
Serikat pekerja menilai bahwa kebijakan ini dapat semakin mengancam kelangsungan industri rokok yang pada gilirannya akan mengancam kestabilan sektor tenaga kerja. Lebih lanjut, kritik tajam muncul terkait dengan tidak transparannya Kemenkes dalam proses penyusunan kebijakan dan minimnya keterlibatan pihak yang paling terdampak, yakni tenaga kerja di industri rokok.
Teguran keras kembali diajukan oleh Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM SPSI) yang meyakini kebijakan kemasan rokok polos ini akan berpengaruh besar terhadap sektor tenaga kerja, terutama mereka yang bergantung pada industri tembakau.
Menurutnya, kebijakan tersebut tidak sejalan dengan program pemerintah yang berfokus pada penciptaan lapangan pekerjaan.
Wacana kemasan polos ini bertabrakan dengan program pemerintah. Kami menuntut agar Pemerintah hadir untuk melindungi dan memberikan kepastian jaminan hak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak demi kemanusiaan, ujar Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP RTMM SPSI, Sudarto AS.
Kekecewaan semakin mendalam setelah terdengar kabar bahwa pembahasan lanjutan mengenai kebijakan kemasan rokok polos terus berlangsung, sementara peran dan suara para pekerja tetap terpinggirkan. Sudarto menegaskan, meskipun FSP RTMM SPSI terus menyuarakan aspirasi buruh dalam berbagai kesempatan, namun dirinya mengaku tidak mendapatkan perhatian yang cukup. Hal ini menjadi perhatian besar setelah Kemenkes sebelumnya berjanji untuk melibatkan pihak terkait, namun hingga kini janji tersebut belum terealisasi.
Terkait RPP Kesehatan, Kemenkes memang telah membuat kesepakatan tertulis untuk melibatkan kami, termasuk kami memonitor dan bertanya perkembangannya, namun belum ada progres dan informasi lebih lanjut yang dapat kami ketahui, ungkap dia.