Jakarta Kementerian Perdagangan (Kemendag) buka suara soal rencana penerapan kemasan rokok polos. Kebijakan ini dinilai dapat menghambat perdagangan dan mengurangi hak pemegang merek. Selain itu, hal ini berpotensi menciptakan inkonsistensi, mengingat Indonesia sebelumnya pernah menggugat kebijakan serupa.
Penerapan kebijakan kemasan rokok polos berpotensi melanggar perjanjian perdagangan global, termasuk yang diatur oleh WTO. Kebijakan ini bertentangan dengan sejumlah pasal dalam Kesepakatan Aspek Kekayaan Intelektual yang Terkait Perdagangan (Trade Related Aspect of Intellectual Property/TRIPs), terutama Pasal 20, yang melarang persyaratan yang mempersulit penggunaan merek dagang. Selain itu, kebijakan ini juga diduga melanggar Pasal 2.2 dari Kesepakatan Hambatan Teknis Perdagangan (Technical Barrier to Trade/ TBT), yang mengharuskan negara anggota untuk tidak menghambat perdagangan lebih dari yang diperlukan.
Negosiator Perdagangan Ahli Madya di Kementerian Perdagangan Angga Handian Putra menjelaskan kebijakan kemasan polos menawarkan tantangan yang kompleks bagi Indonesia. Dia menjelaskan, kebijakan ini perlu dievaluasi secara menyeluruh agar tidak mengganggu perdagangan dan hak pemegang merek.
“Walaupun belum dilibatkan secara resmi, kita akan proaktif menghubungi unit terkait di Kementerian Kesehatan yang menangani ini. Secara regulasi kan artinya kemasan polos ini berbenturan dengan hak cipta dan merek dagang,” jelasnya dikutip Jumat (20/9/2024).
Indonesia, bersama Honduras, Republik Dominika, dan Kuba, telah menggugat kebijakan kemasan rokok polos Australia ke WTO pada 1 Juni di Jenewa. Ironisnya, kini Kementerian Kesehatan berencana mengeluarkan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPermenkes) yang mengatur kemasan polos untuk semua produk tembakau, termasuk rokok elektronik, berdasarkan PP No. 28/2024 yang baru disahkan.
Kemasan rokok polos terdiri dari kotak berwarna seragam dengan peringatan kesehatan, tanpa logo atau jenis huruf khas merek, yang menyulitkan perokok dalam menemukan produk sesuai preferensi mereka.
Menurutnya, penting untuk memastikan bahwa merek dagang tetap digunakan, karena merek berfungsi sebagai daya pembeda produk tembakau, membantu konsumen memilih antara produk premium dan non-premium, serta mencegah perdagangan ilegal dan pemalsuan.