Jakarta Kementerian Perindustrian terus berupaya memperkuat sinergitas dengan mitra internasional untuk menghasilkan sumber daya manusia (SDM) industri yang kompeten. Upaya strategis ini antara lain dilaksanakan melalui pembukaan kelas vokasi industri tingkat internasional di Jepang.
“Indonesia dan Jepang saling mendukung dan sama-sama memetik keuntungan dalam kerja sama di sektor industri. Jepang merupakan salah satu negara yang memiliki sejarah yang panjang dalam mendukung industrialisasi di Indonesia dengan membawa investasi sektor industri manufaktur ke dalam negeri,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (10/9/2024).
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri (BPSDMI) Masrohan menjelaskan, kelas vokasi industri di Jepang merupakan tindak lanjut dari penandatanganan MoU dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara BPSDMI Kemenperin dengan dua mitra industri di Jepang, yaitu Morimitsu Industri Co, LTD dan Asia Africa Research Consulting and Investment (AAI) Co.
Morimitsu Industri Co, LTD merupakan perusahaan industri sektor perkapalan yang berfokus pada pemrosesan dan pengelasan pipa, dan lain sebagainya. Sementara itu, AAI Co, LTD adalah perusahaan Jepang yang bergerak dalam pengembangan bisnis di bidang pembangunan berkelanjutan atau SDG’s di Asia dan Afrika, termasuk Indonesia.
“Sebanyak 40 siswa Politeknik ATI Makassar, salah satu politeknik naungan Kemenperin, akan dikirim untuk training langsung di Jepang selama satu tahun. Mulai 24 September 2024, mereka akan kuliah untuk meningkatkan kompetensi bahasa dan budaya Jepang, kompetensi desain, kompetensi pengelasan yang setara dengan program D4. Setelah training satu tahun, mereka langsung kontrak kerja selama empat tahun di Jepang dan mendapatkan sertifikat kompetensi standar Jepang, ungkapnya.
Pelatihan
Masrokhan mengemukakan, akan ada pula pelatihan untuk dosen selama satu bulan, sekaligus melakukan diskusi terkait penguatan kurikulum sesuai dengan kompetensi yang diharapkan.
“Nanti, sekitar 18 dari 40 siswa tersebut dikirim ke Jepang terlebih dahulu selama satu bulan untuk diperkenalkan teknologi yang sesuai standar Jepang” imbuhnya.