Jakarta Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Merrijantij Punguan Pintaria, menegaskan bahwa kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek yang sedang dirumuskan dalam Rencana Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) perlu diperhatikan dengan seksama.
Mengingat dampaknya terhadap perekonomian nasional dan masyarakat luas, khususnya bagi industri hasil tembakau. Dalam diskusi yang diadakan dalam dua bulan terakhir, Merri menggarisbawahi pentingnya menjaga keseimbangan antara kesehatan masyarakat dan keberlangsungan industri.
Kami semua sepakat untuk menciptakan masyarakat yang sehat, tetapi kita juga harus mempertimbangkan keberadaan lebih dari 1.300 industri yang mempekerjakan sekitar 537 ribu orang, ujarnya, Jumat (20/9/2024).
Angka tersebut menunjukkan tenaga kerja langsung yang diserap pabrikan pada industri tersebut. Lebih dari itu, industri hasil tembakau juga menjadi sumber penghidupan bagi lebih dari 6 juta tenaga kerja, termasuk petani tembakau dan cengkih hingga peritel. Menurut dia, dalam 5 tahun terakhir industri tembakau mengalami penurunan signifikan, terutama di golongan rokok yang lebih mahal.
Penurunan sebesar 8,02 persen menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sensitif terhadap harga, yang mengarah pada pergeseran konsumsi ke rokok yang lebih murah. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya strategi kebijakan yang mempertimbangkan daya beli masyarakat.
Merri juga mencatat implementasi Pasal 435 PP 28/2024 mengenai standardisasi kemasan dan desain produk tembakau seharusnya melibatkan masukan dari Kemenperin. Sayangnya, Kemenperin tidak dilibatkan dalam proses public hearing yang digelar oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes), sehingga suara mereka terabaikan.
Kejadian ini berulang, dan kami berharap untuk diikutsertakan dalam diskusi kebijakan yang berpengaruh besar terhadap industri kami, ungkapnya.