Jakarta – Sejumlah harga pangan mengalami kenaikan sejak awal tahun ini. Contohnya telur, minyak goreng, hingga Beras. Kenaikan harga komoditas pangan ini dapat melemahkan daya beli masyarakat. Hal ini juga memperkecil keterjangkauan mereka pada pangan, terutama mereka yang tergolong berpenghasilan rendah.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hasran menjelaskan, Laporan Bank Indonesia memang menyebutkan bahwa terjadi peningkatan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi. Hal ini tecermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Agustus 2024 sebesar 124,4, lebih tinggi dibandingkan 123,4 pada bulan sebelumnya. Namun kenaikan indeks ini bukan segalanya.
“Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) mengalami peningkatan. Namun belum tentu merepresentasikan daya beli masyarakat terhadap komoditas pangan” terang Hasran dalam keterangan tertulis, Jumat (13/9/2024).
Sekalipun indeks keyakinan konsumen ini mengalami peningkatan, namun tidak begitu dengan daya beli terhadap komoditas pangan. Dalam beberapa tahun terakhir, harga pangan, baik dalam negeri maupun global, mengalami peningkatan.
Beberapa faktor penyebabnya adalah perang Rusia-Ukraina, konflik Israel-Palestina dan perang dagang antara China dan Amerika Serikat. Tidak hanya pangan secara langsung, namun aktivitas geopolitik dan geoekonomi tersebut juga mempengaruhi akses terhadap input-input pertanian seperti pupuk.
Perang Rusia dan Ukraina yang berkepanjangan membawa dampak yang cukup signifikan terhadap ketahanan pangan global. Keduanya merupakan sumber utama beberapa barang impor.
Ukraina memasok sekitar lebih kurang 24% dari total impor gandum Indonesia pada tahun 2020. Sementara itu, pupuk impor asal Rusia menyumbang sekitar 15% dari total pupuk impor Indonesia.
Terganggunya pasokan pupuk dunia akan membuat harga pupuk semakin tinggi. Tingginya harga pupuk dapat menyebabkan harga-harga komoditas, misalnya saja jagung dan kedelai, semakin tinggi.