Jakarta – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) meminta pemerintah menstimulasi pariwisata di Indonesia. Langkah itu perlu dilakukan untuk menjaga bisnis hotel dan restoran yang disinyalir terdampak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) jadi 12 persen.
Ketua PHRI DKI Jakarta, Sutrisno Iwantono menerangkan dampak kenaikan PPN itu bisa merembet ke berbagai hal, termasuk adanya ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK). Untuk itu, dia meminta pemerintah mengambil kebijakan yang tepat bagi pelaku usaha di sektor pariwisata.
Dia memandang, insentif dalam bentuk suku bunga yang ditawarkan tidaklah menarik. Lantaran, hotel hingga restoran membutuhkan peningkatan daya beli, bukan kredit.
Pemerintah itu mesti hati-hati. Karena apa? Karena tadi dikasih insentif dalam bentuk suku bunga tadi sebenarnya itu tidak menarik karena memang kita tidak lagi butuh kredit, kata Sutrisno saat ditemui www.wmhg.org di Jakarta, dikutip Kamis (26/12/2024).
Yang dibutuhkan oleh sektor pariwisata, khususnya hotel dan restoran itu adalah pembeli, demand, yang dibutuhkan adalah daya beli gitu loh, sambungnya.
Pada saat yang sama, dia meminta pemerintah tidak memanjakan investor asing yang masuk ke sektor pariwisata, termasuk hotel. Menurut dia, penyerapan tenaga kerja dari investor asing itu tidak lebih banyak dari pengusaha lokal.
Ini saya kira penting bagi pemerintah. Ini kaitan tadi ya, saya juga ingin mengatakan investasi tadi, masalah investasi. Investasi itu jangan terus asing saja yang diidolakan. Asing itu masuk ke sini dengan capital intensive. Tidak mungkin dia menciptakan lapangan kerja, karena sekarang teknologi AI, tuturnya.
Menurut dia, investor lokal bisa lebih padat karya dan menyerap tenaga kerja lebih banyak. Dia berharap pemerintah tidak mempersulit upaya pengusaha lokal menanamkan investasi.
Jangan orientasinya kepada asing dulu, dalam negeri harus. Itu cincin syaratnya, kemudahan untuk berinvestasi itu yang harus dilakukan. Pajak, kemudian regulasi, infrastruktur, kepastian hukum, dan biaya yang berasal dari tenaga kerja yang wajar. Itu saja sebenarnya yang diinginkan, pungkasnya.