Jakarta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengungkapkan bahwa Indonesia memliki potensi karbon biru Indonesia yang cukup besar dan diakui oleh dunia internasional.
Hal itu disampaikan Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut KKP, Muhammad Yusuf.
Potensi karbon biru Indonesia cukup besar, dunia sebenarnya mengakuir, kata Yusuf dalam kegiatan Bincang Bahari di Kantor KKP, Jakarta, Kamis (6/2/2025).
Kita punya hutan besar, kita hidup di iklim tropis dan memiliki padang lamun serta mangrove yang hidup di iklim tropis,” ujar dia.
Di sisi lain, Indonesia juga dihadapi dengan besarnya risiko kerusakan pada mangrove akibat perubahan iklim. Maka dari itu, perlu dilakukan rehabilitasi dan pencegahan untuk mengurangi emisi melalui penyerapan emisi.
“Kalau kita bisa misalnya mengurangi kerusakan lamun dan mangrove maka itu juga dianggap sebagai upaya, melakukan rehabilitasi sebenarnya juga upaya. Berapa besarnya upaya yang kita lakukan itu untuk bisa menyerap emisi itu bisa dikuantifikasi dan dapat menjadi barter kita dengan negara-negara penghasil emisi yang tidak punya (karbon biru),” imbuh Yusuf.
Selain itu, Yusuf juga memastikan bahwa Indonesia tetap mengikuti kebijakan iklim dari Paris Agreement (Perjanjian Paris), termasuk di sektor kelautan. Hal ini menyusul keluarnya Amerika Serikat dari Perjanjian Paris di bawah pemerintahan Presiden baru Donald Trump.
Dia menegaskan bahwa Perjanjian Paris merupakan kesepakatan iklim yang telah diikuti sejumlah besar negara di dunia, terlepas dari posisi AS di dalamnya.
“Karena Paris Agreement adalah kesepakatan dunia, bukan kesepakatan Amerika maka keluarnya tidak mempengaruhi semua negara di dunia terkait isu perubahan iklim,” ucapnya.
“Indonesia (terkait perubahan iklim) tentunya masih tetap mengacu kepada Paris Agreement yang ada,” pungkasnya.