Jakarta Krisis air bukan lagi ancaman di masa depan, tetapi sudah menjadi kenyataan. Peningkatan populasi, urbanisasi, dan perubahan tata guna lahan mempercepat tekanan terhadap sumber daya air yang semakin terbatas.
Di Pulau Jawa, misalnya, ketergantungan masyarakat pada sumur bor menyebabkan penurunan muka air tanah. Kondisi ini memperburuk krisis air bersih yang berlangsung perlahan tetapi pasti.
Deputi Bidang Tata Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Berkelanjutan, Kementerian Lingkungan Hidup Sigit Reliantoro mengatakan, ketersediaan air tidak merata, menyebabkan beberapa wilayah mengalami krisis yang kian parah. Sigit menegaskan bahwa pemerintah terus berupaya menangani permasalahan air ini.
Ada dua langkah utama yang kami lakukan. Pertama, melakukan kajian daya tampung air. Secara nasional, kita masih menggunakan 17,39 persen dari air yang tersedia untuk konsumsi, pertanian, dan industri, ujar Sigit dikutip Kamis (27/3/2025).
Namun, meskipun secara nasional penggunaan air masih dalam batas aman, distribusi yang tidak merata menyebabkan beberapa daerah mengalami kelangkaan air yang akut.
Di Jawa, pada 2024 kita kekurangan 118 miliar meter kubik per tahun untuk memenuhi kebutuhan. Sementara di pulau lain seperti Sumatera dan Kalimantan, ketersediaan air masih mencukupi, tambahnya.
Selain ketersediaan air, kualitasnya juga menjadi tantangan serius. Dari 2.195 sungai yang dipantau, hanya 2,19 persen titik pemantauan yang memenuhi standar baku mutu.
Sebagian besar, yaitu sekitar 96 persen, tercemar ringan. Meski hanya sebagian kecil yang tercemar berat, dampaknya tetap signifikan, jelas Sigit.
Tingginya tingkat pencemaran ini berpengaruh terhadap ketersediaan air bersih. Untuk mengolah air menjadi layak konsumsi, diperlukan teknologi yang lebih canggih, yang pada akhirnya meningkatkan biaya pengolahan air.
Tidak hanya itu, perubahan iklim juga memperburuk kondisi air di Indonesia. Intensitas hujan yang semakin ekstrem menyebabkan banjir besar di berbagai daerah, termasuk Bekasi dan Jakarta. Menurut Sigit, curah hujan yang mencapai 115 milimeter telah melebihi ambang batas ekstrem dan menjadi pemicu utama banjir.