Jakarta – Pagar laut tak bertuan di Kabupaten Tangerang, Banten membatasi akses nelayan untuk melaut. Namun, proses pembongkaran pagar bambu itu belum juga dilakukan.
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Dani Setiawan menyampaikan pemanfaatan laut jadi satu aspek paling penting. Pada akhirnya berdampak pada aspek ekonomi masyarakat pesisir.
Saya kira tugas negara di sini adalah memastikan bahwa yang paling utama adalah bagaimana pemanfaatan laut, sumber daya kelautan itu ditujukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, kata Dani, dikutip dari akun Instagram KNTI, Senin (20/1/2025).
Dia menegaskan, privatisasi kawasan laut seperti pemagaran laut menjadi hal yang membatasi gerak nelayan. Dia turut meminta pengawasan di ruang laut, termasuk di kawasan tangkapan ikan terus digencarkan.
Meskipun misalnya ada pemanfaatan privat di sana, tetapi itu tidak boleh ya, itu kemudian mengeksklusi, mendiskriminasi kelompok lain atau pihak lain, terutama dalam hal ini nelayan untuk melakukan pemanfaatan sumber daya alam di laut, ungkapnya.
Menurut saya memang aspek-aspek pengawasan ini perlu digencarkan, perlu diperkuat, baik itu di pemerintah daerah sendiri maupun dalam hal ini di pemerintah pusat, Kementerian Kelautan dan Perirkanan. Saya kira karena dia menjadi sangat penting saat ini, tentu saja penguatan kontrol monitoringnya di tingkat pusat menjadi sangat urgent saat ini, Dani menambahkan.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sudah menyegel pagar laut sepanjang 30,16 kilometer (Km) itu sejak 10 Januari 2025. Prosesnya dilanjutkan dengan penyelidikan untuk menemukan pihak yang bertanggung jawab.
Delapan hari berselang, pasukan gabungan dari TNI Angkatan Laut mulai membongkar sebagian pagar laut tersebut. Klaimnya adalah perintah Presiden Prabowo Subianto dan harapannya bisa membuka akses bagi nelayan.