Jakarta Ide para pemangku kepentingan industri sawit untuk membentuk badan khusus yang mengelola komoditas strategis tersebut, harus mengutamakan kepentingan industri dan petani sawit.
Badan ini harus mampu menjawab tantangan dan hambatan pengembangan industri sawit nasional, misalnya terkait produktivitas dan sinergitas kebijakan. Pendapat ini disampaikan oleh Kacuk Sumarto, Ketua Umum Rumah Sawit Indonesia (RSI).
“Ada 16 juta petani dan pekerja dalam industri sawit. Sudah saatnya industri ini dikelola oleh suatu badan khusus yang memiliki kewenangan yang luas untuk mengatur dari hulu hingga hilir,” kata Kacuk Sumarto dikutip Rabu (20/11/2024).
Ide pembentukan super body untuk sawit ini, kata Kacuk, muncul sejak 2018 dalam sebuah pertemuan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) di Medan. Ide ini didasari oleh fakta bahwa tata kelola sektor perkelapsawitan belum dilakukan secara integratif.
“Kebetulan ide tersebut muncul dari kami yang memiliki usaha di Sumatera Utara. Intinya, kami ingin industri sawit yang memberikan kontribusi kepada bangsa ratusan triliun ini bisa dikelola oleh satu badan khusus yang kuat. Supaya benar-benar kuat, ya idealnya langsung di bawah Presiden,” kata Kacuk Sumarto.
Kacuk mengatakan, meskipun saat ini sudah ada lembaga yang menaungi industri seperti Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) namun perannya tidak efektif. Bahkan dewan yang menaungi berbagai organisasi para pemangku kepentingan industri sawit ini seperti lumpuh.
“Mengapa DMSI seperti lumpuh, tidak bisa bergerak? Karena yang mengatur ada begitu banyak menteri dan dirjen, ya pasti lumpuh,” kata Kacuk.
Melihat kondisi tersebut, kata Kacuk, para deklarator tersebut berpikir perlunya Indonesia memiliki super body yang mengatur tata kelola sektor perkelapasawitan di Indonesia.
“Super body ini juga memiliki super power yang bisa menggerakkan kementerian-kementerian teknis untuk mendukung kebijakan perkelapasawitan nasional melalui tata kelola yang integratif,” kata Kacuk.