Jakarta – Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi bercerita tentang sulitnya menurunkan harga tiket pesawat. Lantaran ada beberapa faktor pengganjal, mulai dari monopoli avtur berdasarkan kebijakan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH) Migas, hingga pengenaan pajak atau bea impor suku cadang (sparepart) pesawat.
Menhub menduga, BPH Migas secara kebijakan telah melindungi PT Pertamina (Persero) untuk melakukan monopoli avtur di dalam negeri.
Masa iya syarat jadi operator avtur harus berpengalaman internasional. Penerbangan di negara sendiri kok pakai pengalaman internasional, kata Menhub dalam acara konferensi pers Capaian Kinerja Transportasi selama 10 Tahun di Kantor Kemenhub, Jakarta, Selasa (1/10/2024).
Berkaca pada pengalaman negara lain, ia menambahkan, pengelolaan avtur seharusnya dilaksanakan secara multi provider oleh banyak badan usaha.
Harga monopoli itu saya buka (peraturannya) dilindungi oleh BPH Migas. Tolong ditulis gede-gede. Besok datang ke BPH Migas, tanya sama mereka. Saya sudah rapat dengan pak Luhut, tidak dilaksanakan, tegasnya.
Berikutnya, Menhub juga menyoroti pengenaan pajak atau bea masuk impor suku cadang atau sparepart pesawat yang terlalu tinggi. Itu membuat pihak maskapai beralih ke Singapura dan Malaysia untuk melakukan perawatan pesawat.
Sparepart itu dipajakin, Singapura tidak dipajakin. Jadi semua pesawat itu datanglah ke Singapura, termasuk pesawat kita. Iya kan? Benar kan? Malaysia juga, ungkap Menhub.
Menhub berharap kedua persoalan itu bisa segera terselesaikan. Sehingga harga tiket pesawat bisa terpangkas sampai 10 persen.
Nah, ini (pembahasan harga tiket pesawat) katanya sih hampir selesai, harus diselesaikan. Apabila dua (faktor) ini selesai, itu (harga tiket) pesawat bisa turun 10 persen, imbuh dia.