Jakarta – Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menuturkan, risiko ketidakpastian ekonomi global pada 2025 cenderung tinggi.
Hal itu dipicu sejumlah hal antara lain instabilitas geopolitik, proteksionisme negara maju yang memengaruhi rantai pasok dan perdagangan global serta pengetatan kebijakan moneter untuk atasi inflasi yang masih tinggi. Kondisi itu juga diwarnai dengan kebijakan tarif resiprokal atau tarif timbal balik yang dikeluarkan Amerika Serikat (AS).
Setelah penyampaian kebijakan tarif resiprokal tersebut, sejumlah dampak timbul mulai dari gejolak pasar keuangan ekonomi global yang ditandai fluktuasi bursa saham dunia dan pelemahan mata uang emerging markets, terganggunya perdagangan dunia yang ditandai dengan terganggunya rantai pasok global dan penurunan volume perdagangan dunia sehingga menekan harga komoditas global seperti Crued Oil dan Brent,” ujar dia dalam acara Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Republik Indonesia seperti dikutip dari keterangan resmi, Selasa (8/4/2025).
Selain itu, perlambatan ekonomi kawasan dan dunia yang ditandai dengan penurunan konsumsi global dan penundaan investasi perusahaan.
Di sisi lain, fundamental perekonomian nasional yang tetap kokoh dan terbukti tangguh mampu menjadi bekal optimisme dalam menghadapi ketidakpastian global saat ini.
Hal ini ditunjukkan dari tingkat pertumbuhan ekonomi yang stabil pada level 5% (yoy), posisi fiskal yang sehat dengan defisit anggaran dan rasio utang negara yang rendah, inflasi yang terkendali pada Maret 2025 sebesar 1,03% (yoy), Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) Februari 2025 pada level optimis sebesar 126,4, PMI Manufaktur Maret 2025 yang berada di zona ekspansif sebesar 52,4 menjadi wujud resiliensi perekonomian nasional.
Amerika Serikat menetapkan tarif resiprokal ke 60 negara yang membuat ketidakpastian ekonomi di negara tersebut melonjak naik.