Jakarta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil mempertahankan status Indonesia sebagai eksportir netto produk perikanan. KKP juga memastikan impor hanya berlaku untuk komoditas perikanan yang tidak memiliki substitusi lokal dan dibutuhkan oleh industri pengolahan spesifik, serta untuk keperluan hotel, restoran dan katering (horeka).
Kebijakan terkait impor diatur secara ketat melalui sejumlah regulasi seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri.
Selain itu, terdapat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 61 Tahun 2024 tentang Neraca Komoditas, dan Permen KP Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penyusunan Neraca Komoditas Perikanan sebagaimana diubah melalui Permen KP Nomor 14 Tahun 2024.
Semua regulasi ini dalam rangka pengendalian impor dan sebagai bentuk keberpihakan pemerintah pada nelayan dan pembudidaya sekaligus proteksi terhadap ikan lokal, tegas Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP), Budi Sulistiyo melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, (21/9/2024).
Budi mengatakan mekanisme impor terintegrasi dengan Indonesia National Single Window (INSW) yang memudahkan pengawasan dan transparansi dalam proses impor. Adapun pengawasan terhadap impor perikanan melibatkan sejumlah instansi seperti Ditjen Bea dan Cukai serta Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP).
Artinya pengawasan ini dilakukan secara ketat untuk memastikan bahwa impor digunakan sesuai dengan peruntukannya, misalnya untuk kebutuhan pengolahan atau konsumsi, tuturnya.
Sementara keputusan impor dilakukan melalui koordinasi antar lembaga terkait yang dipimpin oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Budi menambahkan, dalam prakteknya juga dilakukan peninjauan rutin untuk menyesuaikan pasokan dan kebutuhan dalam negeri.
Pelaksanaan impor ikan mempertimbangkan ketersediaan pasokan dan kebutuhan domestik yang tidak dapat dipenuhi oleh produksi lokal, jelas Budi.