Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat tingkat inklusi dan literasi keuangan di pedesaan masih jauh di bawah perkotaan. Maka, dibutuhkan sederet upaya untuk menjaga masyarakat desa.
Terlebih, ada kekhawatiran masuknya layanan keuangan ilegal dari rendahnya pengetahuan masyarakat atas produk-produk keuangan formal atau resmi. Sebut saja, ada pinjaman online (pinjol) ilegal hingga \’lintah darat\’ yang kerap mengkhawatirkan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi mengatakan ada jarak yang cukup besar antara inklusi dan literasi keuangan di kota dan di desa.
Tadi saya sampaikan, OJK kan menyelenggarakan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang baru kita rilis kemarin, itu ada gap yang cukup besar antara inklusi dan literasi antara desa dan kota, ujar Friderica usai Kick-Off Ekosistem Keuangan Inklusif di Desa Dolokgede, Bojonegoro, Jawa Timur, Sabtu (3/8/2024).
Survei itu mencatat, indeks inklusi keuangan di perkotaan sebesar 78,41 persen, sedangkan di pedesaan 70,13 persen. Sementara itu, literasi keuangan di perkotaan sebesar 69,71 persen dan di pedesaan baru 59,25 persen.
Friderica menegaskan, upaya peningkatan angka inklusi dan literasi keuangan tadi dilakukan dengan berbagai program. Salah satunya Ekosistem Keuangan Inklusif (EKI) di beberapa titik pedesaan di Indonesia.
Untuk itu kita berusaha mengejar ketertinggalan dengan memberikan edukasi dan inklusi kepada masyarakat desa, kata dia.
Tujuan besarnya yakni mengangkat tingkat kesejahteraan masyarakat desa. Ini bisa dilakukan melalui penguatan potensi-potensi ekonomi yang tersimpan dan belum optimal.
Selain tentu utamanya untuk meningkatkan kesejahteraan, terutama juga menghindarkan masyarakat dari akses keuangan yang ilegal. Terhadap pinjol ilegal, amit-amit apalagi judi online dan juga lintah darat tersebut, ungkap Friderica.