Jakarta Ketua Pimpinan Daerah Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PD FSP RTMM-SPSI) DIY, Waljid Budi Lestarianto, menyatakan Industri Hasil Tembakau (IHT) menjadi salah satu sektor padat karya yang menyerap tenaga kerja besar. Saat ini RTMM DIY tercatat memiliki 5.250 orang anggota yang mayoritas bekerja di pabrik rokok.
“Para pekerja ini menjadi bagian tidak terpisahkan dari rantai pasok tembakau, mulai dari petani hingga pedagang yang memasarkan produk tembakau,” kata Waljid dikutip Selasa (22/10/2024).
Di antara regulasi yang memberatkan adalah Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan (PP 28/2024) yang di dalamnya mengatur larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak serta pelarangan iklan media luar ruang dalam radius 500 meter.
Selain itu, ketentuan kemasan rokok polos tanpa merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes) sebagai aturan turunan PP 28/2024 juga mengancam ekosistem tembakau secara keseluruhan. Aturan ini menyeragamkan kemasan produk rokok dan menghilangkan identitas dan merek produk tembakau sehingga akan menjadi sulit untuk membedakan produk rokok legal dan rokok ilegal.
Menanggapi aturan ini, berbagai pihak telah melayangkan protes keras dan mendesak aturan tersebut untuk dikaji ulang serta dibatalkan implementasinya.
Kebijakan yang memberatkan itu tidak hanya akan mengancam para pekerja di pabrik rokok, namun juga para petani dan pedagang.
Akibatnya, petani tembakau serta pedagang kelontong yang sebagian besar adalah pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) akan kesulitan memasarkan produk tembakau yang selama ini menjadi sumber pemasukan untuk sehari-hari.
“Di saat yang sama para pekerja pabrik juga masih dibayangi oleh ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) massal karena kondisi ekonomi yang tidak menentu,” kata Waljid.