Jakarta – Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mengusulkan pejabat negara untuk rutin menggunakan transportasi publik. Sementara, pengawalan polisi hanya berlaku bagi Presiden dan Wakil Presiden.
Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah MTI Pusat, Djoko Setijowarno menyoroti banyaknya petugas patroli dan pengawalan (patwal) pejabat negara di jalan raya. Belum lagi, kondisi kemacetan di Jakarta yang jadi tantangannya.
Dalam keseharian dengan hirup pikuk kemacetan di Kota Jakarta, sebaiknya pengawalan dibatasi untuk Presiden dan Wakil Presiden, kata Djoko dalam keterangannya, dikutip Jumat (31/1/2025).
Dia menyarankan setidaknya pejabat negara itu menggunakan angkutan umum setidaknya satu kali dalam seminggu. Dengan begitu, para pembantu Presiden bisa melihat langsung kondisi masyarakat.
Menurut Djoko, pejabat seperti itu yang sulit ditemukan di Indonesia. Dia menegaskan, Indonesia butuh pejabat yang bisa memperhatikan kehidupan sosial di masyarakatnya.
Semestinya, pejabat negara membiasakan menggunakan angkutan umum, minimal sekali seminggu. Dengan bercampur dengan masyarakat umum akan mengetahui kondisi sebenarnya kehidupan masyarakat. Diperlukan pejabat yang peka terhadap kehidupan sosial masyarakat, ujarnya.
Hal yang langka di Indonesia, jika bisa menemukan pejabat yang mau setiap hari menggunakan kendaraan umum ke tempat kerja, imbuh Djoko.
Hak Pengguna Jalan
Padahal, lanjut dia, jalan yang dibangun melalui pungutan pajak sudah semestinya semua masyarakat berhak menikmatinya, kecuali ada kekhususan bagi kendaraan tertentu seusai Pasal 134 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).