Jakarta Warung kelontong disebut bisa gulung tikar jika dilarang menjual rokok. Pasalnya, rokok dinilai menjadi salah satu penopang pendapata utama dari penjualannya.
Sekretaris Umum Perkumpulan Pengusaha Kelontong Seluruh Indonesia (Perpeksi), Wahid menyoroti larangan penjualan rokok eceran yang diberlakukan pemerintah. Termasuk soal zonasi dengan jarak 200 meter dari titik pusat pendidikan atau kegiatan anak-anak.
Aturan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Mungkin bisa 60 persen gulung tikar karena bergantung dari situ, penjualannya pertama dari rokok dulu dipajang untuk menarik pelanggan, ucap Wahid dalam Diskusi Media, di Jakarta, Rabu (14/8/2024).
Dia mengatakan, pelanggan biasanya ikut membeli kopi hingga minuman kemasan ketika membeli rokok. Dengan demikian, pendapatan akan ikut turun drastis.
Dari rokok, beli kopi, minuman-minuman yang dietalase itu dibeli gitu. Kalau tidak ada rokok pasti mati 60 persen dari asosiasi kita, ungkapnya.
Wahid menjelaskan, setidaknya ada 1.000 warung kelontong di Jakarta yang tergabung dalam asosiasinya. Kemudian, ada 500 warung kelontong di wilayah Bali.
Kalau dibatasi seperti ini ya posisinya pasti gulung tikar. Pasti semua anggota kita tanya, itu keberatan semua akan menolak karena penjualan didominasi dari rokok, tegasnya.
Gencarkan Edukasi
Jika tujuannya adalah menekan angka perokok anak-anak dan remaja, dia menyarankan langkah yang dilakukan adalah edukasi.
Kalau ini mau menekan perokok untuk usia di bawah umur 21 tahun, ya seharusnya edukasi lah. Ada peran pendidik lah yang memainkan peran bagaimana para pelajar itu tidak boleh merokok sebelum usia 21 tahun, pintanya.
Larangan itu, larangan pada person-nya, bukan pada pelaku usahanya jangan menjual rokok. Kita tahu kalau misalnya umur di bawah 20 tahun iya tidak boleh, sambung Wahid.