Jakarta Ketua Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI), Adhi S Lukman, meminta pemerintah mengkaji ulang aturan kenaikan tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) menjadi 12 persen di 2025.
Kepada pemerintah, sebaiknya PPN 12 persen itu di-review kembali karena dampaknya sangat besar terhadap perekonomian kita, pinta Adhi di Jakarta, Senin (19/8/2024).
Menilik ke belakang saat tarif PPN naik dari 10 persen menjadi 11 persen, Adhi menilai kebijakan itu sangat mengganggu penjualan di tiga bulan pertama penerapannya. Jika tidak ada intervensi pemerintah melalui bantuan langsung tunai (BLT), kata Adhi, angka penjualan produk makanan dan minuman (mamin) akan semakin sepi.
Makanya PPN 12 persen dan sebagainya ini perlu di-review lagi. Saya berharap pemerintah bisa melihat jangka panjang. Kalau bisa industri ini biar tumbuh dulu. Dengan catatan konsumen juga tetap dijaga, tegas dia.
Adhi menyarankan, pemerintah lebih baik mengejar pertumbuhan ekonomi yang besar, supaya income negara melalui pajak pendapatan melalui Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dan PPN bisa membaik.
Yang penting PPN buat kami ini adalah, semuanya patuh. Karena kepatuhan PPN itu kalau tidak salah baru sekitar 60-an persen. Kalau 100 persen patuh, otomatis pendapatan negara akan meningkat. Tidak perlu naik dulu. Malah itu yang harus kita kejar, semuanya patuh, ungkapnya.
Menurut dia, pemerintah lebih baik mendorong agar seluruh masyarakat di berbagai golongan bisa patuh terhadap kewajiban pajak. Sehingga tidak ada lagi pengemplang pajak.
Tidak ada yang satu bayar, satunya tidak. Nanti ujung-ujungnya saling ini, ah si A tidak bayar, mendingan kita tidak usah bayar karena kalau kita bayar, kita kalah bersaing, jangan. Kalau memang sudah kewajibannya, kita harus bayar, ucap dia.
Oleh karenanya, Adhi memohon agar pemerintah bisa menunda kenaikan PPN 12 persen. Plus rencana penerapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) yang bakal turut diadakan tahun depan.
Ditunda dulu saya. Kita memang sudah berdiskusi dengan beberapa instansi pemerintah. Dengan Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kemenperin, Bea Cukai, Kemenkeu. Tapi semua yang diskusi dengan kita, masih belum resmi bahwa kita diundang untuk membahas ini, tuturnya.