Jakarta Presiden RI Prabowo Subianto telah mencanangkan sejumlah langkah strategis untuk mencapai swasembada pangan di Indonesia.
Beberapa program utama yang digulirkan meliputi pencetakan sawah seluas 3 juta hektar dalam kurun waktu 3-4 tahun, pompanisasi, optimalisasi lahan, rehabilitasi jaringan irigasi tersier, serta penyediaan alat dan mesin pertanian (alsintan) untuk mempercepat proses tanam hingga panen.
Namun, menurut Eliza Mardian, Pengamat Pertanian dari Center of Reform on Economics (CORE), target ambisius ini tidak dapat dicapai hanya oleh pemerintah. Dibutuhkan kolaborasi dan inovasi dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk asuransi pertanian.
Eliza menekankan bahwa asuransi pertanian berperan sebagai jaring pengaman bagi petani, terutama dalam mendorong inovasi dan melindungi mereka dari risiko gagal panen.
“Asuransi pertanian harus mampu menyesuaikan diri dengan kebutuhan petani, terutama dalam hal proses klaim. Inovasi bisa dilakukan pada produk asuransi, seperti penyesuaian besaran premi dan kemudahan klaim, agar sesuai dengan kondisi psikologis dan ekonomi petani,” jelas Eliza, Jumat (31/1/2025).
Eliza juga menambahkan bahwa petani tidak memiliki penghasilan tetap setiap bulan, sehingga pembayaran premi asuransi sebaiknya disesuaikan dengan jadwal panen.
“Premi bisa dikustomisasi berdasarkan komoditas dan kondisi saat itu, tidak harus dipukul rata,” ujarnya.
Dukungan BUMN
Menteri BUMN Erick Thohir turut mendukung penuh program swasembada pangan ini. Ia berkolaborasi intensif dengan berbagai kementerian, badan, dan lembaga untuk mewujudkan cita-cita Indonesia dalam memperkuat ketahanan pangan.
Selain itu, Erick juga mendorong inovasi perusahaan BUMN, termasuk Asuransi Jasindo, untuk berkontribusi dalam upaya ini.