Jakarta – Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti menilai, perubahan pada skema subsidi bahan bakar minyak (BBM) diperkirakan berdampak signifikan pada daya beli masyarakat, terutama kelompok menengah ke bawah.
Ia menjelaskan perubahan ini memiliki potensi untuk mempengaruhi berbagai aspek ekonomi, mulai dari biaya transportasi hingga inflasi yang akhirnya menggerus daya beli masyarakat. Salah satu sektor yang akan terpengaruh langsung adalah transportasi publik. Jika subsidi BBM tidak lagi mencakup sektor ini, biaya operasional transportasi publik kemungkinan besar akan meningkat.
Pasti (mempengaruhi) karena apa misalnya kalau saya usulnya tetap transportasi publik itu tetap dapat, kata Esther kepada www.wmhg.org, Jumat (10/1/2025).
Lantaran transportasi merupakan komponen penting dalam biaya input di hampir semua sektor ekonomi, baik di industri maupun rumah tangga. Jika subsidi ini hilang, biaya transportasi akan meningkat, yang pada gilirannya akan berdampak pada biaya produksi barang dan jasa.
Kenaikan biaya produksi ini dapat menimbulkan efek berantai (multiplier effect), menyebabkan harga barang dan jasa naik. Ini akan berimplikasi langsung pada daya beli masyarakat, terutama kelompok menengah ke bawah yang bergantung pada harga-harga barang yang terjangkau.
Kalau gak dapat nanti nendangnya ke mana-mana multiplier effectnya, kan komponen biaya transportasi itu salah satu komponen biaya input dimana-mana, di pabrik, di rumah tangga juga. Kalau itu tidak dapat subsidi itu akan menyebabkan biaya produksi naik dan dampaknya ke kenaikan inflasi, ujarnya.