Jakarta Kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek yang tengah dipertimbangkan dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) telah menimbulkan polemik luas di kalangan industri dan petani tembakau di seluruh Indonesia.Â
Di tengah banjir kritik ini, Dewan Pimpinan Daerah Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPD APTI) Jawa Barat, Nana Suryana dengan tegas menyatakan penolakannya terhadap kebijakan tersebut.
Konsep tersebut kami tolak mutlak. Pemerintah ingin berjasa dengan menerapkan regulasi ini, namun sayangnya kebijakan tersebut justru merugikan para petani tembakau. Dampak negatifnya akan dirasakan sepanjang tahun jika pemerintah konsisten dengan regulasi ini, ujarnya kepada media.
Salah satu poin utama dari penolakan ini adalah kekhawatiran bahwa kebijakan tersebut akan berdampak buruk terhadap keberlangsungan pertanian tembakau nasional.
Nana Suryana menjelaskan bahwa penerapan kemasan rokok polos tanpa merek akan merugikan para petani tembakau karena harga tembakau akan berfluktuasi dan tidak stabil, tergantung pada permintaan pabrik rokok yang dipengaruhi oleh kebijakan ini.
Kerugian akan terus berlangsung sepanjang tahun bila pemerintah konsisten dan komitmen terhadap regulasi ini, tambahnya.
Ia juga menyoroti bahwa meskipun pemerintah, sering mengemukakan narasi bahwa petani tembakau dan cengkeh bisa beralih menanam tanaman lain, kenyataannya hal tersebut tidak semudah yang dibayangkan.
Petani tembakau tidak akan begitu saja beralih ke tanaman lain jika hasilnya tidak sebanding dengan tembakau. Mereka tetap akan memilih tanaman yang memberikan penghasilan yang lebih baik, ungkapnya.
Selain itu, ia menambahkan bahwa kesejahteraan petani tembakau selama ini sangat baik. Namun demikian, fakta ini sering diputarbalikkan dan diabaikan dalam narasi anti-tembakau yang dibawa oleh Kemenkes dan LSM kesehatan.
Narasi bahwa petani tembakau tidak sejahtera itu hanyalah alasan klasik. Jika dibandingkan dengan komoditas lain, kesejahteraan petani tembakau di lapangan sebenarnya jauh lebih baik, jelas Suryana.