Jakarta Gelombang penolakan para petani tembakau terhadap berbagai kebijakan restriktif dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 maupun Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) kian meluas.
Aturan yang paling disoroti dan menuai polemik yakni kemasan rokok polos tanpa merek yang tertuang dalam RPMK, serta zonasi larangan penjualan dan iklan luar ruang produk tembakau dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak yang diatur dalam PP 28/2024. Petani tembakau dari berbagai daerah senada menyampaikan penolakannya dan memohon perlindungan pemerintah.
Ketua DPD Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Aceh Tengah, Hasiun mengeluhkan minimnya keberpihakan pemerintah terhadap keberlanjutan mata pencaharian para petani tembakau dengan adanya PP 28/2024 maupun RPMK.
“Kami tegas menolak aturan-aturan ini karena berdampak pada mata pencarian kami sebagai petani tembakau. Kami memohon kepada pemerintah untuk mendengarkan aspirasi kami dari pulau terujung di Indonesia, ujarnya dalam keterangan resmi, Sabtu (5/10/2024)
Dia mengaku para petani tembakau di Aceh tidak pernah dilibatkan dalam perumusan regulasi yang justru sangat berdampak pada keberlangsungan mereka. Padahal, Aceh memiliki lahan pertanian yang luas dan sangat cocok untuk pembudidayaan tembakau, di mana masyarakatnya sendiri telah menanam tanaman tembakau secara turun menurun.
“Peraturan yang dibuat tidak memberikan kesempatan kepada petani untuk menyampaikan kondisi yang sebenarnya di lapangan, makanya ketika aturannya muncul, justru tidak sinkron. Hampir seluruh masyarakat di Aceh memiliki kemampuan dalam mengolah tanaman tembakau,” imbuhnya.
Protes lainnya juga muncul dari para petani tembakau di Jawa Barat. Perwakilan DPD APTI Jabar, Undang Herman mempertanyakan pasal-pasal terkait tembakau di PP 28/2024 yang masih menuai polemik.
\’\’Merujuk kajian proses penyusunan PP 28/2024 sejak awal sudah menuai polemik, prosesnya sangat tidak transparan dan tanpa partisipasi bermakna. Padahal, partisipasi masyarakat dan pemangku kepentingan yang terdampak dijamin dalam Undang-Undang. Maka, saat ini, dalam penyusunan RPMK, semua masukan petani harus didengarkan, dipertimbangkan, dan diakomodir, paparnya