Jakarta Semakin mudahnya akses pinjaman online (pinjol) membuat banyak orang tergoda untuk menggunakannya, termasuk untuk keperluan konsumtif yang tidak mendesak. Perencana Keuangan Andy Nugroho menyoroti risiko besar yang mengintai pengguna pinjol yang tidak bijak.
Ketika seseorang mengambil pinjol untuk barang konsumtif, mereka sebenarnya menambah beban finansial yang tidak perlu, jelas Andy kepada www.wmhg.org.
Andy menambahkan barang yang dibeli dengan pinjol mungkin tidak terlalu penting, tapi yang jelas cicilannya akan tetap berjalan dan harus dibayar dengan tambahan bunga. Ia mencontohkan kasus renovasi rumah untuk gengsi sebagai contoh penggunaan pinjol yang kurang bijak.Â
Misalnya, seseorang melihat tetangganya merenovasi rumah dan merasa tidak mau kalah. Akhirnya, dia nekat mengambil pinjol untuk memperbaiki rumahnya juga, padahal sebenarnya rumahnya masih dalam kondisi layak, ungkapnya.
Hal yang sama berlaku untuk pembelian gadget terbaru hanya demi tren. Menurut Andy jika gadget yang lama masih berfungsi, tapi tetap membeli yang baru dengan pinjol hanya karena ingin terlihat mengikuti tren, itu keputusan yang buruk.
Efek Domino
Selain pemborosan, Andy juga memperingatkan efek domino dari pinjol. Banyak orang yang akhirnya mengorbankan pengeluaran lain demi membayar cicilan, seperti menunda menabung atau berinvestasi.
Demi bayar cicilan pinjol, orang jadi tidak nabung, tidak investasi, bahkan mengorbankan kebutuhan lain yang lebih penting, jelasnya.
Jika kebiasaan ini terus berlanjut, Andy menilai pengguna bisa terjebak dalam pola konsumtif yang sulit dihentikan, di mana setiap keinginan selalu diwujudkan dengan berutang.Â
Kalau sudah menjadi habit, ujung-ujungnya keuangan kita jadi tidak sehat, tutupnya.