Jakarta Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio tampak tak heran atas anjloknya Purchasing Manager\’s Index, atau PMI Manufaktur Indonesia Juli 2024 yang terkoreksi ke level 49,3.
Dalam hal ini, Agus menyoroti penurunan daya beli masyarakat, semisal disebabkan beberapa faktor seperti kenaikan harga BBM non subsidi hingga seretnya investasi asing. Termasuk kurangnya perlindungan bagi para pelaku industri dari ancaman barang-barang impor.
Terang aja pasti turun, kan daya beli turun. Wong penjualan mobil juga turun, rumah turun. Investment asing juga enggak ada, datang tapi kecil-kecil. Pemerintah sendiri tidak me-manage-nya dengan baik. Industri tidak dilindungi, disuruh-suruh impor semuanya, bebernya kepada www.wmhg.org dikutip Sabtu (3/8/2024).
Lebih lanjut, Agus juga belum melihat adanya peta jalan atau roadmap jelas terkait kemandirian industri yang diusung pemerintah. Menurut dia, yang selama ini menopang kas APBN lebih kepada sumber daya alam.
Industri apa? Yang ada juga disia-siakan begitu. Orang lagi bersaing dikasih aturan yang berat sebelah, sehingga yang satunya mati. Jadi regulator juga tidak mengatur dengan baik, ungkapnya.
Ini mau susu gratis, industri susu dari puluhan tahun yang lalu sampai sekarang cuman 20 persen untuk pemenuhan kebutuhan susu Indonesia. Lainnya impor, ia mencontohkan.
Indonesia Masih Jadi Negara Pasar
Menurut dia, sejauh ini Indonesia masih lebih banyak memainkan peran sebagai negara pasar ketimbang industri. Meskipun telah menerapkan program hilirisasi, implementasinya pun dianggap masih saru.
Orang kita kan mau yang cepat aja, yang dagang yang mudah dikentit. Kalau bangun kan susah dikentit. Otaknya dagang, kita bukan negara industri. Nanti kalau sumber daya alamnya habis, ya selesai kita sebagai bangsa, tuturnya.