Jakarta Ekonom Bank Permata Josua Pardede memproyeksikan, kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen untuk barang mewah, akan turut meningkatkan pendapatan negara secara signifikan.
Dengan basis penerimaan yang meluas (impor barang, penyerahan jasa/produk, dan pemanfaatan barang/jasa dari luar negeri), ia mengatakan, kebijakan ini dapat meningkatkan basis pajak secara substansial.
Kebijakan ini mencakup penyesuaian pada barang mewah seperti kendaraan bermotor. Hal ini akan memberikan kontribusi besar terhadap penerimaan PPN, mengingat konsumsi barang mewah cenderung meningkat pada kelompok masyarakat atas, bebernya kepada Jumat (3/1/2025).
Josua pun memperkirakan, dampak kenaikan PPN secara segmented ini tetap akan membuat penerimaan negara dari pajak bertambah Rp 3,2 triliun. Hanya saja, jumlahnya bakal jauh lebih besar seandainya tarif PPN 12 persen bisa dikenakan untuk seluruh produk barang dan jasa.
Tetap ada tambahan penerimaan negara, tapi kecil sekitar Rp 3,2 triliun. Dibandingkan dengan pengenaan PPN terhadap sebagian besar barang, potensi tambahan penerimaan negara sekitar Rp 70-80 triliun, ungkap dia.
Di sisi lain, ia menambahkan, pembatalan kenaikan tarif PPN yang semula akan diberlakukan pada sebagian barang dan jasa ini berpotensi mengurangi ruang fiskal. Lantaran penerimaan dari PPN barang non mewah menjadi terbatas.
Namun, dengan menetapkan tarif yang lebih rendah semisal PPN 11 persen, Josua menilai pemerintah seharusnya mampu mengurangi risiko beban pajak bagi masyarakat luas.
Tarif PPN yang lebih rendah pada barang non mewah dapat meningkatkan daya beli masyarakat, mendorong konsumsi domestik, dan menggerakkan sektor riil, ujar Josua.