Jakarta – Pemerintah tengah mengkaji kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen pada 2025. Kenaikan ini tertuang dalam Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Dalam responsnya terhadap kebijakan itu, Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede melihat kenaikan PPN hingga 1 persen dapat menjadi tambahan penerimaan bagi pemerintah, di mana salah satunya dapat digunakan untuk penyaluran Makan Bergizi Gratis (MBG).
Kalau naik 1 persen setidaknya bisa sama ataupun equal dengan kebutuhan MBG Rp 71 triliun, kata Josua, dalam kegiatan Media Gathering Kementerian Keuangan di Anyer, Banten, dikutip Jumat (27/9/2024).
Di sisi lain, Josua menilai kenaikan PPN menjadi 12 persen perlu ditunda. Menurut dia, pemerintah harus terlebih dahulu mempertimbangkan kondisi dan daya beli masyarakat. Dari asesmen-nya pemerintah memang belum tepat, harus ditunda juga (kenaikan PPN 12 persen), katanya.
Ia juga mengingatkan, kenaikan PPN 12 persen tidak berlaku pada semua komoditas. Kita juga perlu mencatat bahwa tidak semua komoditas akan berlaku (PPN 12%) Komoditas pangan, pendidikan kesehatan, dan juga yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak, itu tidak akan dinaikkan, jelas dia.
Maka dari itu, Josua menyarankan, penerapan PPN harus didasarkan pada asesmen dan kajian mengenai manfaat dan dampaknya kepada masyarakat.
Kalau memang kalau kita lihat dampaknya signifikan, pada kelas menengah ataupun masyarakat umumnya, ya perlu ditunda. Karena itu kan paling cepat bisa 1 Januari paling cepat, artinya dari Undang-undang HPP itu bisa saja mundur, imbuhnya.