Jakarta – Direktur Eksekutif INDEF Esther Sri Astuti menilai, target pertumbuhan ekonomi 8% yang diusung Presiden terpilih Prabowo Subianto di masa depan bisa tercapai. Namun, untuk mencapai target tersebut, Presiden baru harus memperhatikan kapasitas fiskal yang dimiliki Indonesia pada saat masa transisi ke pemerintahan baru.
Apakah kapasitas fiskal tersebut mampu mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi, atau justru sebaliknya.
Pertumbuhan ekonomi yang sekarang hanya berkisar 5%, namun Presiden terpilih Prabowo menyatakan target pertumbuhan ekonomi itu sekitar 8%. Apakah memang target ini real atau maksudnya akan tercapai atau tidak? Tentunya kita harus melihat kapasitas fiskal yang kita punyai, kata Esther Diskusi Publik online bertajuk “Moneter dan Fiskal Ketat, Daya Beli Melarat”, Kamis (12/9/2024).
Dia menuturkan, sangat penting untuk melihat kapasitas fiskal guna mewujudkan pertumbuhan ekonomi 8%. Sebab, target tersebut merupakan beban berat yang harus dipikul oleh Pemerintahan baru.
Jika kapasitas fiskal nyatanya tidak cukup, kapasitas fiskal harus diperluas dengan meningkatkan penerimaan negara dan bijak dalam alokasi anggaran.
Apakah memang bisa mencapai target pertumbuhan ekonomi dan kalau memang kapasitas fiskal kita tidak terpenuhi atau tidak cukup, apakah yang langkah yang bisa kita lakukan?, ujarnya.
Esther menyampaikan, jika melihat ke belakang, tren rasio pajak di Indonesia cenderung turun dan rendah. Hal itu dilihat dari perkembangan rasio pajak dari tahun 1972 sampai 2023 yang memang cenderung menurun.
Kendati demikian, tren rasio pajak pada periode tertentu yakni 1978-1980 dan 1990-1992 cukup tinggi berada dikisaran belasan hingga 20-an persen. Namun, di tahun 2023 justru mengalami tren penurunan.
Tertinggi pada tahun 1982 itu sekitar 22%, kemudian tahun 1990 itu sekitar 19%, terus kemudian tahun 2001 itu sekitar 16%, tapi kondisinya terus menurun hingga mencapai 10% saja, ujarnya.