Jakarta Presiden terpilih Indonesia, Prabowo Subianto mengungkapkan bahwa ia akan menerapkan kewajiban pencampuran biodiesel berbasis minyak kelapa sawit wajib sebesar 50 persen pada awal tahun depan.
Langkah ini diharapkan akan memangkas biaya impor bahan bakar hingga USD 20 miliar atau Rp.309,7 triliun per tahun.
Kami sekarang berada di B35 dan kami akan mempercepat ke B40, B50, kata Prabowo, dikutip dari Channel News Asia, Rabu (28/8/2024).
50 persen biodiesel yang terbuat dari minyak kelapa sawit, begitu kita mencapai B50, Insya Allah pada akhir tahun ini atau awal tahun depan, kita akan menghemat USD 20 miliar setahun, kita tidak perlu mengirim uang ini ke luar negeri, bebernya.
Sebagai informasi, konsumsi minyak sawit Indonesia telah tumbuh rata-rata 7,6 persen per tahun sejak 2019, menurut data GAPKI, sementara produksi selama periode yang sama telah meningkat kurang dari 1 persen per tahun.
Peningkatan mandat biodiesel akan menghasilkan volume ekspor yang lebih rendah.
Mandat biodiesel sawit Indonesia berlaku untuk transportasi darat, kereta api, mesin industri, dan pembangkit listrik tenaga diesel.
Indonesia juga mengembangkan bahan bakar jet berbahan dasar kelapa sawit dan telah melakukan uji terbang, meskipun penerapan rencana pencampuran biofuel sebesar 3 persen untuk bahan bakar jet pada tahun 2020 sempat tertunda.
Di sisi lain, Asosiasi produsen minyak sawit GAPKI menilai B50 tidak dapat diterapkan pada awal 2025, karena belum diuji.
Asosiasi produsen biofuel Indonesia APROBI juga mengatakan produsen perlu waktu untuk menguji bahan bakar B50 dan meningkatkan kapasitas produksi mereka untuk memenuhi permintaan, kata sekretaris jenderal grup tersebut.
Adapun Tatang Hernas Soerawidjaja, pakar biofuel di Institut Teknologi Bandung menyebutkan, industri biodiesel mungkin perlu meningkatkan kualitas produknya untuk memastikan bahan bakar akan tetap stabil untuk pencampuran wajib yang lebih tinggi.