Jakarta – Ekonom sekaligus Direktur Ekonomi CELIOS, Nailul Huda, mengapresiasi langkah yang dilakukan Pemerintah akhirnya memutuskan membatalkan kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi PPN 12%.Â
Dalam pernyataannya, Prabowo mengatakan kenaikan tarif PPN hanya dilakukan terhadap golongan barang dan jasa mewah yang tercakup dalam barang kena pajak penjualan barang mewah (PPnBM).Â
Keputusan ini juga diperjelas dengan keluarnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 131 tahun 2024 yang menjadi dasar pengenaan tarif PPN.
Saya pribadi bersyukur dan apresiasi kenaikan tarif PPN dibatalkan terhadap barang-barang secara umum dan diterapkan terhadap barang yang terkena PPnBM. Artinya, pemerintah mendengarkan aspirasi masyarakat secara luas, kata Ekonom sekaligus Direktur Ekonomi CELIOS, Nailul Huda, kepada www.wmhg.org, Jumat (3/1/2025).
Menurut dia, hal ini sesuatu yang baik dan tidak terjadi di era Joko Widodo. Kenaikan tarif PPN yang dibebankan hanya kepada barang dan jasa mewah, tidak akan mengganggu perekonomian secara umum.
Namun, pengaturan pembatalan kenaikan tarif PPN tidak dilakukan dengan peraturan pemerintah ataupun revisi Undang-undang, melainkan pengaturan di PMK dengan penyesuaian rumus.Â
Hal ini dapat menimbulkan tindakan revisi pemerintah yang dilakukan tanpa konsultasi terhadap publik. Padahal proses keterlibatan publik dalam penetapan kebijakan publik harus dijamin oleh peraturan setara UU dan/atau PP.
Maka saya mendorong ada revisi UU HPP dengan memastikan masuknya pembahasan sumber pajak baru berupa pajak progresif untuk sektor ekstraktif, ujarnya.
Ia menjelaskan, pajak ini dilakukan untuk mendorong penerimaan pajak yang lebih kuat. Target pajak dicapai dengan menggali pajak lainnya, bukan menambah beban masyarakat. Selain itu, perlu ada opsi penerapan PPN multitarif untuk barang dengan golongan tertentu agar tercipta pajak yang lebih adil.