Jakarta Pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto diharapkan menyiapkan langkah-langkah strategis untuk merespon sejumlah tantangan ekonomi yang akan dihadapi. Langkah kesiapan perlu dilakukan kendati kondisi ekonomi Indonesia saat ini dinilai masih baik dan stabil.
Hal itu diungkapkan ekonom dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), Teguh Dartanto, terkait kondisi ekonomi Indonesia saat ini, seiring transisi pemerintahan dari Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, kepada Presiden ke-8 RI, Prabowo Subianto.
“Kondisi perekonomian Indonesia sampai saat ini masih baik dan stabil, tetapi harus mulai meningkatkan kewaspadaan. Perlu langkah-langkah strategis untuk merespon penurunan harga (deflasi) selama 5 bulan berturut, penurunan sekitar 9,5 juta orang kelas menengah, terjadinya PHK, dan ditambahkan kondisi ketidakpastian di luar negeri. Waspada lebih baik daripada terlena,” ujar Teguh yang juga menjabat sebagai Dekan FEB UI.
Sebelumnya, pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian pada Kabinet Indonesia Maju, Airlangga Hartarto, mengungkapkan kondisi ekonomi Indonesia terjaga solid.
Inflasi terbilang rendah dan stabil, namun volatile food diturunkan ke level rendah. Kondisi pasar keuangan Indonesia pun relatif terjaga.
Nilai tukar rupiah relatif lebih baik dibandingkan dengan sejumlah negara di Asia lainnya yakni -1,05% year to date (ytd).
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga bertumbuh 3,94% ytd, bahkan mencapai all-time high pada level 7.905,39 pada 19 September 2024 lalu. Rating investasi Indonesia pun positif.
Rating and Investment Information, Inc. (R&I) mengafirmasi Sovereign Credit Rating (SCR) Indonesia pada peringkat BBB+, dua tingkat di atas investment grade dengan outlook positif.
Di sisi lain, sejumlah tantangan dihadapi pemerintah. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, deflasi Indonesia sebesar 0,12% pada September 2024.
Deflasi ini menjadi yang kelima berturut-turut sepanjang tahun berjalan dan menjadi yang terparah dalam lima tahun terakhir pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Hal ini dinilai sebagai indikator pendapatan atau uang di masyarakat semakin sedikit atau pendapatannya menurun. Salah satu pendorongnya adalah pemutusan hubungan kerja (PHK) di sejumlah daerah. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat sekitar 53.993 tenaga kerja di-PHK per Oktober 2024.
PHK tersebut sebagian besar terjadi di industri manufaktur dengan 3 provinsi mencatatkan angka terbesar yaitu Jawa Tengah, Banten, dan Jakarta. Jumlah penduduk kelas menengah yang selalu dibanggakan sebagai salah satu kemajuan ekonomi pun menurun.
BPS mencatat persentase penduduk kelas menengah berdasarkan pengeluaran telah menurun dari 21,4% pada 2019 menjadi 17,1% pada 2024.