Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat penerapan wajib Standar Nasional Indonesia (SNI) di Tanah Air paling sedikit dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara. Bahkan, jumlahnya diperkirakan hanya tak lebih dari 4 persen.
Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin, Andi Rizaldi mengatakan, saat ini jumlah SNI yang berkaitan dengan sektor manufaktur tercatat sebanyak 5.000 SNI. Sementara, Badan Standardisasi Nasional (BSN) melayani sertifikasi standar atas 12.000-15.000 SNI.
Dari 12.000 atau 15.000 itu yang terkait langsung dengan standardisasi produk manufaktur mungkin hanya sekitar 5.000 atau mungkin sepertiganya dari standar nasional yang ada, kata Andi dalam Sosialisasi Peraturan Menteri Perindustrian Pemberlakuan Standardisasi Secara Wajib, di Jakarta, Rabu (16/10/2024).
Rinciannya, ada 5.365 SNI di bidang industri dengan sebaran 43 persen di sektor metode uji, istilah definisi, dan ukuran. 36 persen di sektor produk atau barang jadi. Serta, 21 persen lainnya di sektor bahan baku.
Dia melihat kondisi lain, yakni soal kebijakan wajib standar nasional pada produk-produk manufaktur Indonesia. Tercatat, hanya ada 130 SNI yang wajib dilaksanakan oleh pelaku industri.
Ternyata Indonesia ini dibandingkan negara-negara ASEAN paling sedikit memberlakukan SNI wajib. Jadi dari 5.000 itu mungkin hanya sekitar, kalau 500 10 persen ya, ini gak nyampe 10 persen, mungkin hanya 4 atau 3 persen, yaitu hanya 130 SNI yang diwajibkan, bebernya.
Bahkan, Indonesia menjadi negara yang paling sedikit mewajibkan produk manufaktur mengantongi standar dibandingkan negara lain.
Sementara negara tetangga yang lain, Vietnam, Thailand, Malaysia apalagi China itu jumlah standar yang sudah diwajibkannya itu lebih banyak lagi, ungkap Andi.