Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menyampaikan pidato Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 di Gedung DPR RI, Senayan, Jumat (16/08/2024). Di dalam dokumen Nota Keuangan, menyatakan penerimaan cukai dalam RAPBN tahun anggaran 2025 diperkirakan sebesar Rp244.198,4 miliar atau tumbuh 5,9 persen (setara Rp244,2 Triliun).
Menyikapi target cukai 2025, Peneliti Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi (PPKE) Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya (FEB UB) Malang, Imanina Eka Dalilah mewanti-wanti agar pemerintah perlu berpikir secara moderat sebelum menerapkan kebijakan kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok mendatang.
Imanina mengingatkan implikasi yang ditimbulkan dari sebuah kebijakan CHT. Misalnya, dampak ekonomi dan sosial ke masyarakat. Sebab, kebijakan CHT ini bukan soal pendapatan negara maupun kesehatan semata.
Banyak yang bakal terdampak dari kebijakan CHT di Indonesia, mulai dari tenaga kerja, industri, hingga pertanian, kata Imanina dikutip, Senin (19/08/2024).
Berdasarkan hasil kajian PPKE FEB UB (2023), peningkatan tarif CHT tidak serta merta menurunkan minat merokok masyarakat. Namun justru konsumen cenderung mencari produk rokok yang harganya dianggap memenuhi kemampuan daya belinya.
Kenaikan Tarif CHT
Oleh sebab itu, setiap kenaikan tarif CHT perlu diiringi peningkatan pengawasan yang semakin ketat terhadap sejumlah perusahaan rokok yang diduga memproduksi rokok ilegal.
Penurunan volume produksi rokok karena merebaknya rokok ilegal tentu merugikan negara, tegasnya.
Diketahui, Ditjen Bea dan Cukai mencatat tingkat peredaran rokok ilegal tahun 2023 mengalami peningkatan menjadi 6,86%. Angka itu menunjukkan ada potensi penerimaan negara yang tidak terselamatkan senilai Rp15,01 triliun.
Menurut Imanina, penyebab meningkatnya rokok ilegal dikarenakan kenaikan harga rokok yang telah cukup tinggi disertai dengan kenaikan tarif CHT yang terus meningkat setiap tahunnya.