Jakarta Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menguat pada perdagangan Rabu, dipengaruhi oleh meningkatnya permintaan pada lelang Surat Berharga Negara (SBN). Pada pembukaan perdagangan, rupiah naik 21 poin atau 0,14 persen menjadi 15.505 per dolar AS dari posisi sebelumnya di 15.526 per dolar AS.
Menurut Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, penguatan rupiah didorong oleh tingginya minat pasar pada lelang SBN yang dilakukan pemerintah.
Pelemahan rupiah terbatas akibat tingginya permintaan pada lelang SBN, ujar Josua dikutip dari Antara, Rabu (4/9/2024).
Dalam lelang yang digelar pada Selasa (3/9), pemerintah berhasil menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) senilai Rp22 triliun, dengan total penawaran masuk mencapai Rp45,49 triliun.
Volume perdagangan obligasi pemerintah pada hari tersebut juga meningkat menjadi Rp22,17 triliun, dibandingkan dengan volume perdagangan pada Senin (2/9) yang tercatat sebesar Rp17,63 triliun.
Namun, kepemilikan asing dalam obligasi pemerintah Indonesia mengalami penurunan sebesar Rp0,56 triliun, menjadi Rp851 triliun, yang setara dengan 14,48 persen dari total obligasi yang beredar per Senin (2/9).
Sentimen Eksternal Menekan Dolar AS
Selain faktor domestik, sentimen eksternal turut berkontribusi pada penguatan rupiah. Pelaku pasar kembali khawatir terhadap prospek pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) setelah indikator manufaktur dan sektor konstruksi menunjukkan hasil yang lebih rendah dari ekspektasi.
S&P Global US Manufacturing PMI untuk Agustus 2024 turun menjadi 47,9, lebih rendah dari perkiraan konsensus sebesar 48. Selain itu, ISM Manufaktur AS naik sedikit menjadi 47,2 dari 46,8, namun masih berada di bawah perkiraan sebesar 47,5, menunjukkan sektor manufaktur AS masih dalam fase kontraksi.
Belanja konstruksi di AS juga mencatat penurunan sebesar -0,3 persen month on month (mom), di bawah ekspektasi pertumbuhan 0,1 persen mom. Kondisi ini mencerminkan kelemahan di sektor konstruksi yang menjadi kontributor utama produk domestik bruto (PDB) AS.
Pelemahan di sektor manufaktur dan konstruksi tersebut menambah risiko perlambatan ekonomi AS pada paruh kedua tahun 2024. Hal ini memicu penurunan imbal hasil (yield) US Treasury (UST) 10-tahun sebesar 7 basis poin (bps) menjadi 3,83 persen, karena ekspektasi bahwa risiko perlambatan ekonomi AS dapat memaksa Federal Reserve (The Fed) untuk menurunkan suku bunga.