Jakarta Pengamat mata uang, Ibrahim Assuaibi menilai bahwa Rupiah masih sulit untuk kembali ke level 15.000 per dolar AS di tengah bulan Suci Ramadan dan menjelang Hari Raya Idul Fitri 2025.
Ibrahim mencatat, pelemahan Rupiah masih didorong oleh situasi perang dagang AS-China yang mencakup serangkaian tarif impor baru, serta tarif uang diperluas ke negara-negara Eropa, Kanada, hingga Meksiko.
“(Selama) Ramadhan dan Lebaran, sepertinya untuk Rupiah di bawah Rp16.000 berat ya. Karena ada masalah perang dagang, walaupun tadi malam rilis data CPI melambat sehingga inflasi AS turun,” kata Ibrahim kepada www.wmhg.org di Jakarta, Kamis (13/3/2025).
Ibrahim melihat, turunnya inflasi AS menandai bahwa persng dagang belum memberikan implikasi yang berat pada perekonomian AS, dan ada kemungkinan Federal Reserve yntuk memangkas suku bunga hingga tiga kali tahun ini.
“Tetapi saya melihat bahwa data CPI yang tadi malam rilis itu belum mencerminkan kondisi ekonomi di Amerika. Karena banyak orang beranggapan bahwa Amerika kemungkinan besar akan masuk resesi apabila terus melakukan perang dagang dengan negara-negara mitra bisnisnya seperti Tiongkok, Eropa, Meksiko, Kanada,” paparnya.
“Kondisi ini yang sebenarnya membuat dolar ini berfluktuasi,” sambung Ibrahim.
Meski ada beberapa koreksi, Ibrahim mengamati bahwa pelemahan Rupiah masih terbatas.
Juga pada Kamis (13/3), Kementerian Keuangan merilis data Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mencatat defisit 0,10%.
Defisit saat ini masih wajar karena terbilang kecil di 0,10%. Namun, Ibrahim mengingatkan, ada kekhawatiran dari pemeringkat internasional bahwa ada kemungkinan defisit anggaran ini akan terus melebar.
“Tetapi di sisi lain tadi untuk APBN, ini pun juga defisit tidak terlalu besar. Ini yang sebenarnya membuat para investor sedikit senang dan Rupiah kembali lagi mengalami penguatan. Tetapi saya masih pesimis juga kalau untuk penguatan,” imbuhnya.