Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Pajak atau tax amnesty dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025.
Analis Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani menilai kebijakan tax amnesty atau pengampunan pajak akan selalu menimbulkan polemik dan diskursus yang bertentangan. Hal ini setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Pajak atau tax amnesty dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025.
Pertama, tax amnesty ini akan memberikan rasa ketidakadilan terhadap wajib pajak yang telah patuh. Karena masyarakat yang mengikuti program tax amnesty, berarti mengakui sebelumnya mereka tidak patuh dalam melakukan kewajiban perpajakan.
Kedua, masyarakat akan cenderung meremehkan kebijakan-kebijakan umum tentang perpajakan karena secara rutin pemerintah mengeluarkan program tax amnesty. Kedua hal inilah yang membuat kebijakan tax amnesty ini adalah program yang kurang ideal, ujar Ajib dalam keterangannya, Rabu (20/11/2024).
Akan tetapi, di sisi lain tak dipungkiri masyarakat indonesia secara umum, memang masih mempunyai literasi perpajakan yang rendah. Kalaupun masyarakat golongan yang sudah paham tentang perpajakan, budaya taat pajaknya juga masih rendah.
Hal ini tercermin dari tingkat tax ratio Indonesia yang hanya bergerak di kisaran 10 persen. Pada 2025, kebijakan coretax system akan diberlakukan, ini membutuhkan prasyarat wajib pajak mempunyai pemahaman dan kepatuhan pajak yang lebih baik. Hal ini yang membuat tax amnesty dibutuhkan oleh masyarakat.