Jakarta Indonesia resmi meluncurkan Bank Emas atau bullion bank pekan lalu pada Rabu, 26 Februari 2025. Peluncuran Bank Emas itu menandai sejarah bagi Indonesia, karena pertama kalinya memiliki Bank Emas sejak merdeka di tahun 1945.
Presiden RI Prabowo Subianto mengatakan bahwa ia optimis kehadiran Bank Emas dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional.
Pengamat pasar, Ibrahim Assuaibi memperkirakan bahwa dampak ekonomi dari Bank Emas atau Bullion Bank belum akan terlihat dalam jangka pendek.
Pasalnya, perekonomian global masih dilanda ketidakpastian imbas perang dagang AS-China, hingga ketegangan geopolitik di Eropa dan Timur Tengah.
Tak hanya itu, perekonomian domestik juga tengah dilanda penurunan jumlah masyarakat menengah yang sebagian besar mendorong konsumsi.
Adanya perang dagang antara Amerika, China Eropa, dan Kanada hingga Meksiko membuat peluncuran Bullion Bank kurang disambut positif oleh pasar.Terutama bersamaan dengan masyarakat kelas menengah yang terus berguguran, ujar Ibrahim kepada www.wmhg.org di Jakarta, Senin (3/3/2025).
Kondisi ini yang membuat Bullion Bank sedikit redup dalam jangka pendek, katanya.
Strategi Tambah Cadangan Emas
Meski demikian, Ibrahim menilai peluncuran Bullion Bank sebagai awal baik bagi Indonesia untuk memperbesar cadangan emas dalam negerinya.
Dengan Bullion Bank, seseorang bisa menabung dengan menggunakan kompresi rupiah, dengan menggunakan emas, kemudian bisa deposito emas juga, dia bisa pinjaman emas sebagai agunan. Ini cukup menarik dan butuh sosialisasi serta edukasi dari Pemerintah, jelasnya.
Sebagai informasi, dua lembaga yang ditunjuk sebagai pelopor dalam menjalankan Bank Emas di Indonesia adalah Bank Syariah Indonesia (BSI) dan PT Pegadaian yang bersama PNM menginduk ke holding ultramikro BRI.
Kedua lembaga itu pun akan menjadi pionir dalam menyediakan layanan perbankan emas di Indonesia.
Presiden Prabowo Subianto menargetkan peningkatan PDB sebesar Rp245 triliun dari hadirnya Bank Emas di Indonesia, juga membuka 1,8 juta lapangan kerja, memperluas devisa, menghemat devisa, serta meningkatkan pengendalian stabilitas moneter melalui mekanisme likuiditas emas.