Jakarta – Pengadilan Niaga Kota Semarang memutuskan pailit PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex). Keputusan pailit usai mengabulkan permohonan salah satu kreditur perusahaan tekstil itu yang meminta pembatalan perdamaian dalam penundaan kewajiban pembayaran utang yang sudah ada kesepakatan sebelumnya.
Juru Bicara Pengadilan Niaga Kota Semarang Haruno Patriadi di Semarang, Rabu, membenarkan putusan yang mengakibatkan PT Sritex pailit.
Menurut dia, putusan dalam persidangan yang dipimpin Hakim Ketua Muhammad Anshar Majid tersebut mengabulkan permohonan PT Indo Bharat Rayon sebagai debitur PT Sritex. Mengabulkan permohonan pemohon. Membatalkan rencana perdamaian PKPU pada bulan Januari 2022, ujar dia.
Dalam putusan tersebut, kata dia, ditunjuk kurator dan hakim pengawas. Selanjutnya kurator yang akan mengatur rapat dengan para debitur, ia menambahkan.
Pada Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang digelar pada 17 Maret 2023, Sritex melakukan perombakan manajemen. Iwan Setiawan Lukminto, yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Utama, kini diangkat sebagai Komisaris Utama. Sementara, posisi Direktur Utama kini dipegang oleh Iwan Kurniawan Lukminto, yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Direktur Utama.
Selain itu, Megawati tetap menduduki posisi Komisaris, sementara Karunakaran Ramamoorthy diangkat sebagai Direktur Bisnis Benang dan Mira Christina Setiady menjadi Direktur Operasional.
Sejarah Singkat Sritex
Sritex didirikan pada 1966 oleh H.M Lukminto sebagai perusahaan perdagangan tradisional di Pasar Klewer, Solo.
Perusahaan tersebut terus berkembang dan Membuka pabrik cetak pertamanya yang menghasilkan kain putih dan berwarna di Solopada 1968. Kemudian terdaftar dalam Kementrian Perdagangan sebagai perseroan terbatas pada 1978.
Terus melakukan ekspansi bisnis, perusahaan mendirikan pabrik tenun pertama di 1982 dan memperluas pabrik dengan 4 lini produksi yaitu pemintalan, penenunan, sentuhan akhir dan busana dalam satu atap. Masa kejayaan Sritex mulai di 1994 saat menjadi produsen seragam militer untuk NATO dan Tentara Jerman.
Kejayaan perusahaan garmen tersebut tak berhenti. Bahkan Sritex selamat dari krisis moneter pada 1998 dan berhasil melipatgandakan pertumbuhannya sampai 8 kali lipat dibanding waktu pertama kali terintegrasi pada 1992. Di tengah putusan pailit, menarik untuk diketahui bisnis lainnya yang dijalankan keluarga Lukminto.