Jakarta Kebijakan kemasan rokok tanpa identitas merek di Indonesia memicu kekhawatiran akan intervensi asing melalui Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
Ahli Hukum Hikmahanto Juwana menyoroti pentingnya menjaga kedaulatan dan mempertimbangkan dampak ekonomi domestik.
Diduga ada upaya memasukkan agenda Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dalam penyusunan kebijakan kemasan rokok tanpa identitas merek di Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan. Hal ini dianggap sebagai bentuk intervensi asing dalam pembuatan kebijakan. FCTC adalah perjanjian internasional yang disusun oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk mengatur pengendalian tembakau secara ketat.
Saat ini ada upaya-upaya pihak asing untuk melakukan intervensi pada industri tembakau Indonesia. Padahal, industri tembakau di Indonesia membuka lebar penyerapan tenaga kerja di negara ini,” ujar Hikmahanto dikutip Selasa (2/1/2025).
Perhatian dunia kini tertuju pada perjanjian internasional dan agenda WHO, terutama setelah Amerika Serikat, sebagai donatur terbesar WHO, memutuskan keluar dari badan kesehatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tersebut.
Langkah AS ini dipandang sebagai upaya menjaga kedaulatan negara dari dominasi korporasi tertentu dalam bidang kesehatan. Keputusan ini seharusnya menjadi pertimbangan penting bagi pemerintah Indonesia di tengah ancaman intervensi asing terkait rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek.
Hikmahanto Juwana menekankan pentingnya Indonesia menjaga kedaulatan agar tidak terpengaruh oleh pihak asing. Ia menegaskan bahwa kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Indonesia harus didasarkan pada kondisi domestik, bukan untuk memenuhi keinginan asing.
Bila aturan ini diterapkan, justru rokok ilegal yang akan marak di masyarakat. Kalau rokok ilegal makin banyak, pemerintah bisa kehilangan pendapatan dari cukai rokok. Jangan sampai masalah gas elpiji terulang kembali di industri tembakau, seru Hikmahanto.