Jakarta Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta, meminta pemerintah memperbaiki tata kelola ekspor/impor. Agar bisa meringankan tarif impor resiprokal dari Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump untuk Indonesia sebesar 32 persen.
Perbaikan tata kelola perdagangan itu didorong, lantaran adanya dugaan kelemahan terkait penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA) atau Certificate of Origin (COO).
Redma menduga, sekitar 3 tahun lalu terjadi praktik transhipment, yakni barang-barang dari China di ekspor ke Amerika Serikat menggunakan SKA dari Indonesia.
Menurut dia, hal ini terlihat jelas dalam kasus lonjakan ekspor benang texture filament polyester dari Indonesia ke Negeri Paman Sam yang dianggap tidak wajar.
Ada sinyalemen transhipment, barang China mampir ke Indonesia untuk dapat Certificate of Origin, surat keterangan asal dari Indonesia. Tahun 2023, untuk benang filamen ada lonjakan ekspor dari Indonesia ke Amerika. Itu yang membuat Amerika melakukan tindakan anti dumping, paparnya dalam sesi konferensi pers virtual, Jumat (4/4/2025).
Lonjakan Ekspor
Dikatakan Redma, lonjakan ekspor ini dilakukan oleh trader, bukan oleh produsen. Namun imbasnya seluruh produsen Indonesia terkena bea masuk anti dumping (BMAD) oleh AS.
Setelah diteliti, ada dua perusahaan trader yang melakukan ekspor ke Amerika Serikat dan sangat tinggi. Itu trader, jadi bukan barang produksi Indonesia, ucapnya.