Jakarta – Direktur Ekonomi Digital Celios, Nailul Huda menilai penurunan surplus neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2025 menunjukkan pertumbuhan impor lebih cepat dibandingkan pertumbuhan ekspor.
Salah satu penyebabnya saya rasa dari sisi permintaan produk impor barang jadi meningkat seiring dengan masuk ke bulan Ramadan-Lebaran,” kata Huda kepada www.wmhg.org, Jumat (21/3/2025).
Jika mengacu pada ketegangan tarif impor, Huda memperkirakan, ekspor Indonesia secara tahunan juga akan jauh lebih rendah. Tapi saya melihatnya dari sisi kenaikan impor dari sisi permintaan barang,” ujar dia.
Huda menyoroti, ekspor Indonesia sebagian besar ditopang oleh komoditas kopi yang sudah membaik secara produksi maupun permintaan global.
Namun, perdagangan juga masih dibayangi oleh efek pelemahan nilai Rupiah. Di sisi lain, kondisi ini bisa membuat harga barang dari Indonesia juga lebih murah dibandingkan dengan negara lain.
“Ketika harga barang lebih murah, pasti akan mendorong permintaan barang dari Indonesia. Maka dari itu, ekspor kita naik pesat di Februari mencapai 14 persen (secara YoY),” imbuh Huda.
Ekspor Pertambangan Loyo jadi Penyebab Surplus Perdagangan RI Lebih Rendah
Indonesia mencatat penurunan surplus neraca perdagangan pada Februari 2025 hingga USD 0,38 miliar. Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira mengungkapkan bahwa penurunan surplus perdagangan Indonesia salah satunya didorong oleh kinerja ekspor perdagangan yang menurun.
Terkait dengan masalah surplus perdagangan, ini ada beberapa hal yang harus diperhatikan salah satunya karena kinerja ekspor sektor pertambangan yang menurun,” ungkap Bhima.
Bhima mengutip data resmi BPS yang menunjukkan ekspor batu bara Indonesia telah anjok 18,3% selama setahun terakhir.
Kemudian untuk ekspor suku cadang kendaraan bermotor juga rendah, hanya tumbuh 6,9%. Namun masih bisa ditutup oleh ekspor sawit yang naik 71,5%. Jadi sektor dari sisi pertanian kehutanan itu masih berkontribusi terhadap kenaikan ekspor 52%,” paparnya.