Jakarta – Pemerintah tengah menggodok sistem terintegrasi sebagai landasan wacana kebijakan pembayaran pajak jadi syarat perpanjangan surat izin mengemudi (SIM) hingga Paspor. Namun, kebijakan ini dinilai sulit diterapkan di tengah masyarakat.
Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios) Madia Wahyudi Askar mengatakan aspek teknis dan sosial menjadi tantangan kebijakan tersebut.
Dia menyoroti soal kesiapan sistem penunjang kebijakan tersebut. Ditambah lagi, ada tantangan mengenai kesadaran masyarakat terkait pajak.
Masalahnya itu di tantangan teknis dan sosial, seperti kesiapan sistem teknologi informasi, edukasi masyarakat yang rendah terkait kewajiban pajak, serta resistensi publik yang menganggap kebijakan ini membatasi hak dasar, kata Media Wahyudi kepada Rabu (15/1/2025).
Untuk itu, dia meminta pemerintah memfokuskan persiapan di sisi sistem administrasi perpajakan yang baik. Pada saat yang sama juga menggenjot edukasi masyarakat soal pajak tadi.
Pemerintah perlu menyadari bahwa masalah utamanya adalah bagaimana mempersiapkan sistem administrasi pajak yang baik, melakukan kampanye edukasi masif, dan memberikan insentif untuk pelapor pajak yang baik, terangnya.
Menurutnya, syarat pembayaran pajak untuk perpanjang SIM bisa diartikan sebagai sanksi. Namun, pola ini dinilai tidak bisa optimal tanpa dibarengi dengan edukasi yang masif.
Masyarakat juga dinilai akan kesulitan. Pasalnya, mayoritas pengguna kendaraan bermotor roda dua masuk dalam kategori penghasilan tidak kena pajak. Alhasil jika tujuannya mengerek setoran pajak, kenaikannya tidak akan signifikan.
Mekanisme sanksi belum tentu efektif apabila tidak dibarengi dengan penguatan edukasi terkait perpajakan. Secara teknis akan sangat rumit dengan hasil yang juga belum tentu signifikan (pengumpulan pajaknya), tuturnya.
Sebagai catatan, mayoritas yang punya motor, itu penghasilan nya dibawah Rp 4,5 juta (per bulan), masuk kategori penghasilan tidak kena pajak, sambung Media Wahyudi.