Jakarta Lahan basah memegang peranan vital bagi keseimbangan ekosistem dan kehidupan manusia. Selain sebagai habitat bagi jutaan spesies flora dan fauna, lahan tempat bertemunya air dengan tanah ini menjadi pelindung pantai dan daratan, sumber dan pemurni air.
Lahan basah juga berfungsi sebagai penyimpan karbon terbesar dalam menjaga ekosistem dari kerusakan. Berkat peran krusial lahan basah, setiap 2 Februari diperingati sebagai Hari Lahan Basah Sedunia (World Wetlands Day), sebagai sarana untuk mengadvokasikan pelestarian lahan basah.
Namun tragisnya, lahan basah justru menjadi ekosistem yang paling rawan di bumi. Menyadari ancaman ini, Regional Jawa Subholding Upstream Pertamina menanam hampir seratus ribu bibit mangrove sepanjang 2024 sebagai upaya mitigasi perubahan iklim dan konservasi pesisir pantai.
Manager Communication, Relations & CID Regional Jawa, Pinto Budi Bowo Laksono menyoroti tingginya tingkat degradasi lahan basah dan dampaknya bagi ekosistem serta masyarakat.
Kerusakan lahan basah tidak hanya mengancam keanekaragaman hayati, tetapi juga berdampak langsung pada masyarakat pesisir, termasuk nelayan yang bergantung pada ekosistem ini, jelas Pinto.
Regional Jawa berkontribusi positif melalui penanaman 93.212 bibit mangrove di lahan pesisir di sekitar wilayah operasinya. Pada 2024, PHE OSES, salah satu perusahaan di bawah pengelolaan Regional Jawa, menanam 67.500 bibit mangrove di sejumlah pesisir pantai di Kepulauan Seribu, Desa Pulo Panjang, Bangka Belitung, dan Labuhan Maringgai, Lampung Timut.
Di pesisir utara Pulau Jawa, Pertamina EP area Jawa bagian barat turut budidayakan 18.212 bibit mangrove di Desa Tambaksari, Kabupaten Subang, serta Desa Jadimulya, Desa Klayan, dan sepanjang pesisir pantai Kabupaten Cirebon. PHE ONWJ pun turut berpartisipasi dengan menghijaukan pesisir Kepulauan Seribu, Cirebon, dan Karawang dengan 7.500 bibit mangrove.