Jakarta Kebijakan tarif resiprokal yang diumumkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada Rabu (2/4) menimbulkan kekhawatiran baru bagi pelaku usaha di Indonesia. Tarif impor sebesar 32% yang dikenakan terhadap sejumlah negara dengan surplus perdagangan ke AS, termasuk Indonesia, dinilai berpotensi mengguncang sektor ekspor nasional.
Senior Consultant Supply Chain Indonesia (SCI) Bortiandy Tobing menjelaskan, dampak dari kebijakan Trump ini bukan hanya menyulitkan produk Indonesia masuk ke pasar AS, tetapi juga memicu persaingan ketat di negara lain.
“Pasar ekspor non-AS akan menjadi medan persaingan baru antarnegara yang terkena kebijakan ini,” ujarnya, Jumat (4/4/2025).
Bortiandy juga mengingatkan bahwa Indonesia bisa menjadi target pasar peralihan bagi produk murah berkualitas rendah dari negara lain. Hal ini dapat mengancam stabilitas ekonomi nasional, terutama jika pelaku usaha lokal kalah bersaing dalam harga.
Dampak ke Rantai Distribusi
Lebih lanjut, kebijakan tarif ini turut berdampak pada rantai distribusi. Banyak pengusaha mulai mencari mitra distribusi dari luar negeri, sementara pedagang domestik cenderung memilih produk impor yang lebih murah.
Di sisi lain, ruang fiskal pemerintah yang terbatas menyulitkan upaya stimulus. Laporan APBN Februari 2025 mencatat defisit sebesar Rp 31,2 triliun dan penurunan penerimaan pajak hingga 30%.