Jakarta – Pejabat bank sentral Korea Selatan, Bank of Korea mengungkapkan tekanan eksternal menjadi beban terbesar bagi ekonominya dibandingkan krisis politik yang tengah dihadapi negara itu.
Kami telah mengalami dua pemakzulan presiden sebelumnya, dan untuk kedua kasus tersebut, kekacauan politik atau ketidakpastian telah mereda dalam waktu tiga hingga enam bulan, kata Soohyung Lee, anggota Dewan Kebijakan Moneter di Bank of Korea, dikutip dari CNBC International, Jumat (3/1/2024).
Soohyung Lee menyebut, ada kemungkinan krisis politik tidak terlalu berdampak pada ekonomi Korea Selatan, tetapi risiko penurunan yang ditimbulkan oleh faktor eksternal lebih mengkhawatirkan.
Faktor eksternal ini termasuk kenaikan tarif impor yang diusulkan oleh Presiden terpilih AS Donald Trump terhadap barang-barang dari China hingga Kanada dan Meksiko.
(tarif impor) memberikan banyak tekanan, atau tekanan yang dirasakan, bagi negara-negara yang didorong oleh ekspor, termasuk Korea Selatan, beber Soohyung Lee.
Dijelaskannya, kenaikan tarif impor tidak hanya akan memukul ekspor Korea Selatan, tetapi juga dapat menimbulkan kembali kekuatan inflasi dalam ekonomi AS, yang dapat membuat suku bunga AS tetap tinggi dan dolar menguat, yang pada gilirannya berdampak pada Won Korea.
Dengan potensi depresiasi Yuan China, faktor-faktor tersebut dapat melemahkan Won Korea Selatan lebih jauh, yang dapat meningkatkan volatilitas di pasar keuangan negara tersebut.
Won Korea Selatan terakhir diperdagangkan pada 1.466,48 terhadap dolar AS, mendekati level terendah dalam 15 tahun pada Desember 2024.
Meskipun BOK memiliki perangkat kebijakan seperti cadangan devisa dan koordinasi dengan lembaga pemerintah seperti Kementerian Keuangan, Soohyung Lee menekankan penilaian won Korea ditentukan di pasar dan BOK tidak memiliki target level khusus untuk nilai tukar valas.
Lembaga pemerintah hanya akan turun tangan untuk mengurangi volatilitas, jika diperlukan, ungkapnya.
Tekanan internal dan eksternal pada ekonomi Korea Selatan menyebabkan Kementerian Ekonomi dan Keuangan negara itu memperkirakan pertumbuhan produk domestik bruto tahun 2025 hanya mencapai 1,8%, dibandingkan dengan 2,1% yang diproyeksikan di tahun 2024.