Jakarta – Indonesia terus berupaya mengurangi biaya logistik yang masih tinggi, meskipun terdapat beberapa tantangan besar yang harus dihadapi.
Di tahun 2022, angka 14,1 persen ini baru mencakup biaya logistik domestik saja, dan belum mencakup biaya logistik ekspor yang mencapai 8,98 persen terhadap PDB, ujar Peneliti Senior Tenggara Strategics, Eva Novi Karina pada Konferensi Pers Kebijakan Tinjauan Strategis Logistik Darat di Indonesia oleh Tenggara Strategics pada Jumat (22/11/2024).Â
Pemerintah telah menerapkan kebijakan insentif pajak seperti melalui PMK No. 71 Tahun 2022 yang menurunkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk beberapa jenis jasa, termasuk pengiriman paket dan pengiriman barang.
Hal ini memungkinkan perusahaan untuk menawarkan harga layanan yang lebih terjangkau. Di sisi lain, pemerintah juga telah menerapkan kebijakan National Logistic Ecosystem (NLE) yang dapat membantu mempercepat waktu bongkar muat di Pelabuhan. Â
NLE memberikan dampak terhadap penurunan rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk bongkar muat dari 4 hari turun menjadi 2,6 hari. Meskipun berhasil mengurangi waktu dan biaya logistik di pelabuhan, tetapi implementasi dari kebijakan ini belum dapat mempengaruhi sektor logistik darat secara penuh.
Tarif tol yang dinilai tinggi oleh pelaku logistik membuat banyak yang memilih jalur konvensional seperti jalur pantura. Salah satu tantangan pada kebijakan infrastruktur jalan tol ini adalah tarif tolnya masih sangat tinggi, tutur Eva.
Eva juga menambahkan, Indonesia dapat belajar dari Tiongkok dan India yang telah menerapkan digitalisasi besar-besaran di sektor logistik. Digitalisasi dan pengembangan infrastruktur antarmoda dinilai penting untuk mempercepat pengiriman dan menurunkan biaya operasional, sehingga sektor logistik Indonesia dapat menjadi efisien dan mampu bersaing di tingkat internasional.
Melalui upaya-upaya ini, diharapkan biaya logistik di Indonesia terus menurun sehingga harga barang menjadi lebih terjangkau dan ekonomi Indonesia dapat semakin kuat.