Jakarta – Pemerintah mengungkapkan telah memangkas persyaratan kandungan minimum untuk pembangkit listrik tenaga surya atas PLTS menjadi 20 persen dari sebelumnya sekitar 40 persen.
Pemangkasan ini merupakan salah satu upaya untuk membuka investasi pada proyek-proyek PLTS dengan setengah pendanaan dari pemberi pinjaman multilateral atau bilateral asing.
Kami mengevaluasi peraturan tersebut, sehingga pembangkit listrik energi terbarukan, terutama tenaga air, angin dan surya dapat segera dipasang di sistem kami dan selanjutnya menurunkan emisi kami, ungkap Direktur Jenderal Ketanagalistrikan Kementerian ESDM, Jisman Hutajulu dalam konferensi pers, dikutip dari Channel News Asia, Senin (12/8/2024).
Aturan baru ini akan memungkinkan proyek pembangkit listrik tenaga surya atau PLTS menggunakan panel impor hingga Juni 2025, dengan syarat operator proyek mendapat persetujuan menteri, menandatangani perjanjian jual beli listrik sebelum akhir tahun 2024, dan pembangkit tersebut beroperasi pada paruh pertama tahun 2026.
Sebagai informasi, Indonesia telah berkomitmen meningkatkan proporsi energi terbarukan dalam bauran energinya dan pemberi pinjaman asing ungkap berniat menyediakan pendanaan.
Namun, investasi masih terbatas, dan para analis menilai masalah ini karena peraturan kandungan minimum yang kurang besar.
Peraturan baru ini juga menetapkan persyaratan kandungan lokal untuk pembangkit listrik tenaga air pada kisaran 23 persen hingga 45 persen, tergantung pada kapasitas terpasangnya, dibandingkan dengan kisaran sebelumnya sebesar 47,6 persen hingga 70,76 persen.
Untuk pembangkit listrik tenaga angin, persyaratannya ditetapkan sebesar 15 persen.
Pada 2023 lalu, energi terbarukan seperti tenaga surya dan panas bumi menyumbang sekitar 13,1 persen dari bauran energi Indonesia, masih jauh dari target sebesar 17,87 persen, dimana sebagian besar kebutuhan energi di dalam negeri masih dipenuhi oleh batu bara dan minyak.