Jakarta Lonjakan harga minyak goreng rakyat atau MinyaKita menjadi perhatian serius karena berpotensi mendorong inflasi.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, menyatakan bahwa kenaikan ini bisa meningkatkan biaya produksi barang dan memicu kenaikan harga produk di tingkat konsumen.
Kenaikan MinyaKita dan Dampaknya terhadap Inflasi
Esther menjelaskan bahwa kenaikan harga MinyaKita dapat menyebabkan inflasi berbasis kenaikan biaya produksi (cost-push inflation).
“Kenaikan harga MinyaKita pasti berdampak pada biaya produksi yang lebih tinggi, menaikkan harga barang, dan pada akhirnya menekan daya beli masyarakat,” ungkapnya dikutip dari ANTARA, Senin (18/11/2024).
Lonjakan harga ini menjadi perhatian khusus menjelang Natal 2024 dan Tahun Baru 2025, di mana permintaan bahan pokok cenderung meningkat.
Menurut data Kementerian Perdagangan (Kemendag), harga MinyaKita kini mencapai Rp17.058 per liter, naik 1,05 persen dari HET Rp15.700 per liter.
Tantangan Distribusi dan Produksi
Selain kenaikan harga MinyaKita, minyak goreng curah juga mengalami kenaikan menjadi Rp17.119 per liter. Faktor utama yang memengaruhi adalah fluktuasi harga minyak sawit mentah (crude palm oil).
Secara keseluruhan, 188 kabupaten/kota melaporkan kenaikan harga minyak goreng, dengan penyumbang utama berasal dari minyak curah (146 kabupaten/kota), MinyaKita (82 kabupaten/kota), dan minyak premium (79 kabupaten/kota).
Bambang Wisnubroto, Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Kemendag, menyoroti 32 daerah prioritas di Indonesia Timur, di mana harga MinyaKita bahkan melampaui Rp18.000 per liter.