Jakarta Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) berencana menerapkan kebijakan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) pada semester II tahun 2025.
Kebijakan ini diharapkan mampu mengurangi konsumsi minuman berpemanis dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pola hidup sehat.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) merekomendasikan agar pemerintah menetapkan tarif cukai lebih dari 20% untuk mencapai efektivitas yang lebih baik.
Harapannya, dengan adanya kenaikan harga, konsumen akan lebih mempertimbangkan pembelian produk berpemanis dan beralih ke minuman rendah atau tanpa gula, kata Staf Penelitian YLKI, Rafika Zulfa, kepada Rabu (22/1/2025).
Penerapan Cukai: Dampak pada Daya Beli dan Konsumsi
Rafika menjelaskan bahwa tarif cukai yang tinggi dapat memicu perubahan perilaku konsumen. Dengan harga produk berpemanis yang lebih mahal, masyarakat diharapkan lebih selektif dalam memilih minuman yang sehat.
Namun, ia juga menggarisbawahi bahwa penerapan tarif cukai rendah mungkin tidak cukup efektif untuk mengubah perilaku konsumsi.
Jika tarif cukai terlalu rendah, kenaikan harga tidak akan terasa signifikan sehingga masyarakat tetap mengonsumsi produk berpemanis. Sebaliknya, tarif yang lebih tinggi akan mendorong konsumen berpikir ulang sebelum membeli, jelas Rafika.
Meski belum ada penelitian yang secara langsung menunjukkan dampak kebijakan ini terhadap daya beli konsumen, Rafika optimis bahwa kebijakan cukai dapat meningkatkan produktivitas masyarakat.
Dengan pola konsumsi yang lebih sehat, derajat kesehatan masyarakat akan meningkat, yang pada akhirnya berdampak positif pada produktivitas, tambahnya.