Jakarta – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengungkapkan telah menerima pengaduan dari konsumen sebanyak 1.675 pengaduan sepanjang 2024.
Jika dipetakan, jumlah ini terdiri dari konsumen individu dengan jumlah 991 konsumen. Sedangkan untuk konsumen kelompok terdiri dari Konsumen Konser sebanyak 507 dan Konsumen Perumahan sebanyak 177.
Kepala Bidang Pengaduan dan Hukum YLKI, Rio Priambodo menuturkan, pengaduan individu dalam 5 tahun terakhir terus meningkat. Pada 2020, jumlah pengaduan individu hanya sebesar 402 menjadi 991 pada 2024.
YLKI juga mencatat sepanjang 2024, ada 5 sektor yang mendapatkan banyak pengaduan yaitu Jasa Keuangan, E Commerce, Perumahan, Listrik, dan Telekomunikasi.
Dalam 5 tahun terakhir, pengaduan individu terbanyak masih terkait Jasa Keuangan. Dalam jasa keuangan terdapat beberapa komoditas yang mendapatkan banyak pengaduan yaitu Perbankan, Pinjaman Daring, Leasing, Uang Elektronik, Asuransi, dan LKNB,” kata Rio dalam konferensi pers, Jumat (24/1/2025).
Dalam catatan sepanjang 2024, Rio menjelaskan penyelenggaraan perlindungan konsumen menghadapi berbagai kendala, baik dari pihak regulator maupun dalam implementasi kebijakan.
Komitmen pemerintah masih rendah, tercermin dari alokasi anggaran yang terbatas untuk urusan perlindungan konsumen,” ujar Rio.
Amandemen UU Perlindungan Konsumen Belum Kelar
YLKI juga menyoroti soal amandemen UU Perlindungan Konsumen yang belum juga rampung untuk disahkan. Rio menyebut perlu wadah bagi konsumen dalam menyelesaikan permasalahan yang bersifat kelompok bukan individu.
Pada kesempatan yang sama, Rio juga menilai secara sektoral, lintas batas masih menjadi tantangan penyelesaian kesejahteraan konsumen di Indonesia. Pelaku usaha juga dinilai kurang kooperatif dengan pengaduan konsumen yang mengadu ke YLKI.
YLKI juga mengungkapkan kekecewaan terhadap pelaku usaha yang menggugat LPKSM dalam hal memperjuangkan perlindungan konsumen.
Persoalan Disebabkan Kurangnya Pemahaman
Rio menuturkan persoalan konsumen sebagian besar disebabkan oleh kurangnya pemahaman tentang produk, proses bisnis yang tidak efisien, serta infrastruktur yang tidak memadai dan sumber daya manusia yang kurang memperhatikan kebutuhan konsumen.
Kasus kejahatan penipuan atau pembobolan tinggi, karena literasi konsumen rendah,” tutur Rio.
Sedangkan untuk konsumen, YLKI berharap dapat meningkatkan keberdayaan di semua tahapan transaksi baik pra transaksi, transaksi dan pasca transaksi.